Friday, February 24, 2012

Penjara Kecil-Q (Part 1)

“Kau baik-baik saja, Lady”

“Ya,” jawabku.

“Tenanglah, sebentar lagi akan ada pembagian makanan, kau mau kuceritakan sesuatu,”

“Tidak, aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah,” aku berusaha bersikap wajar.


Kakak, satu-satunya orang terdekat yang selalu menghiburku. Ia telah lama berada di ruangan ini. Sedang aku baru menginjak minggu ketiga. Berbeda denganku, Kakak tahu benar bagaimana rasanya menyesuaikan diri di tempat baru dengan fasilitas yang sangat minim. Kami memang berbeda ras. Selain Kakak, di ruangan ini juga ada Kus. Tempatnya berdiam berada lebih jauh dari tempat aku dan Kakak berada.

*

Namaku Lady. Aku tak pernah mengenal kedua orang tuaku. Kakak dan Kus masih lebih beruntung, mereka sempat mengenal orang tuanya, namun kebersamaan mereka tak berlangsung lama, seseorang datang tiba-tiba dan tanpa basa-basi, memisahkan mereka dari orang tuanya.

Pada kasus yang menimpa Kakak, pelaku adalah seorang perempuan berjilbab. Senyumnya merekah indah saat memisahkan Kakak dari orang tuanya. Tangis Kakak tak menjadi hambatan baginya. Cerita mengenai Kus, saya dengar dari Kakak juga. Sebelum saya tinggal disini, Kakak dan Kus duduk berdekatan.

“Kak, tadi malam aku mimpi lagi,” teriak Kus memecah hening.

“Kakak kan sudah bilang sebelum tidur bernyanyi dulu,” ujar Kakak dengan suaranya yang khas dan ku akui mampu menenangkan hati.

Kus kembali terdiam.

*

Kus agak berbeda dengan Kakak dan aku. Ia sering mimpi buruk, menurut Kakak bernyanyi menjadi obat paling mujarab baginya. Ia juga biasa menangis dan tertawa sendiri, sesekali asyik bercerita entah dengan siapa. Tampaknya ia memiliki dunianya sendiri, dan Kakak hanya dijadikan tempat mengadu kalau ia punya masalah yang tak bisa ia tangani. Kami berdua belum pernah berbicara sekalipun.

Dengan kondisi seperti ini, praktis Kakak menjadi pilihan satu-satunya bagi kami untuk mengadu dan berbagi. Satu hal yang sama dari kami bertiga adalah, tinggal di ruangan ini dengan kaki dan tangan terbelenggu.
Ya, terbelenggu.

Tak satu pun dari kami yang tahu kenapa kami dibelenggu. Aku tak ingat bagaimana aku dibawa ke sini, aku tak ingin mengingatnya. Ingatanku bahwa aku masuk dalam ruangan ini, terbelenggu seperti ini dan berteman dengan Kakak, dan Kus juga tentunya.

*

“Kak, aku sudah tidak kuat lagi,” aku menyerah.

“Tenang, Lady kau akan baik-baik saja,”

“Kakak bilang begitu karena Kakak sudah terbiasa, saya tidak sama dengan Kakak dan Kus, kita berasal dari daerah dan ras yang berbeda Kak,” aku mulai lepas kontrol.

Betapa pun aku memarahinya, aku tahu Kakak akan tetap menenangkanku. Kakak dan Kus memang berasal dari daerah yang sama, mereka bahkan masih memiliki hubungan kekerabatan. Ketahanan tubuh mereka sangat kuat, meski tak makan selama beberapa hari.

Aku mulai menangis, jika sudah seperti ini Kakak akan diam sesaat dan sayup-sayup mulai berdendang. Cerita dan lagu, dua cara yang paling ampuh menenangkan aku dan Kus. Entah dari mana ia menemukan segudang cerita dan lagu-lagu itu, namun aku mulai menikmatinya, tampaknya itulah opsi yang paling mungkin bagi dia dan aku lakukan saat ini.

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment