Friday, October 19, 2018

BENCANA PALU: JANGAN FITNAH TUHAN


Tanggal 28 Desember 2014 AirAsia Indonesia dengan nomer QZ8501 sempat meminta belok ke kiri untuk menghindari awan Kumulonimbus pada pukul 06.17 WIB. Semenit berselang, ATC Bandara Soekarno-Hatta kehilangan kontak dengan Pilot. 

Dua hari berselang puing pesawat ditemukan di laut Jawa bersama tubuh manusia. Semua penumpang termasuk 17 anak-anak dan 1 balita meninggal. 

RAMAI-RAMAI CUCI TANGAN SAAT BENCANA



Matahari saat itu sedang berada di titik klimaksnya ketika aktifitas warga kota Palu dikacaukan oleh gempa berkekuatan 6,5 skala richter. Pada kamis siang itu, 1 Desember 1927, penduduk yang bermukim di kota teluk ini berlarian keluar rumah. Aktifitas pasar dan dermaga kota kecil ini terhenti.

Akibat gempa, pasar dan kantor kecamatan Biromaru rusak total. Di Donggala kantor pemerintahan juga roboh. Tak berapa lama warga menjerit panik, mereka berlarian dari arah pantai. Terlambat, “Air berdiri” setinggi 15 meter meluluhlantakkan teluk Palu yang mungil.

Rumah penduduk di pesisir hancur diterjang tsunami, 14 orang meninggal dan 50 orang terluka. Bagi kota kecil dengan penduduk yang belum terlalu padat, jumlah 14 itu sudah bisa membuat orang-orang tercengang. Sesar Palu Koro memperlihatkan wujud bengisnya.

PETAKA



Telunjuk durjana, sibuk tunjuk menunjuk
Kakak kikik celoteh, melengking memekak
Benci dendam, jemu menunggu karam

Kraakk
Bumi bergoyang
Retak

Tanah terbelah, menganga
Rumah remuk, terkulum lumpur
Laut berdiri, menerjang, mengamuk
Manusia koyak, busuk menjadi bubur

Hening
...
...

Telunjuk durjana, sibuk tunjuk menunjuk
Kakak kikik celoteh, melengking memekak

Kembali

Benci dendam, jemu menunggu karam

Entah esok atau kapan-kapan

____
Palu, 19 Oktober 2018
Gambar ilustrasi dari sini