Sunday, March 17, 2019

MENJELMA NGILU


Pagi tadi kau titip rindu pada embun yang mengusap debu. 
Menjelmalah pagi ini sedikit ngilu.

Siang ini kucari dirimu dalam gelas-gelas kopi. 
Kuaduk searah jarum jam yang berakhir nihil.

Saat kita bertemu sore nanti, maukah kau mengantongi gelisahku? 
Kantongku terlalu kecil untuk itu.


Jangan lupa jaga rindumu
kota ini terlalu terik untuk rindu yang tidak hikmad.
___
Palu, 17 Maret 2019
Gambar: Koleksi Pribadi

Wednesday, March 13, 2019

DUNIA ASBAK


Ku ingin mengenangmu dikala hujan. 
Seperti romansa-romansa yang mengharu biru itu

Tapi kau hadir dikala terik. 
Selalu begitu. 
Ketika matahari jingga berubah kuning. 

Kuingin mengadukmu dalam pekatnya kopi hitamku, 
agar dirimu lebur dalam kafein, menyusup dalam tiap detakku yang berdenyut.

Namun malam ini aku malah memilih Cappucino panas. 
Bukan karna potongan kisah penjajahan Pasha Turki di Wina, tapi karna bosan saja dengan yang rutin.

Baiklah
Aku punya rokok di tangan yang konon cita rasanya klasik dan maskulin. 
Bagaimana kalau ku ikat saja dirimu di batang rokok ini agar kau bisa berakhir di asbak. 

Sepertinya itu lebih masuk akal. 
Agar tak ada lagi keinginan yang mengharu biru. 
Yang berdenyut itu. 
Yang menjingga itu.


Karna hidup sebenarnya normal-normal saja tanpa itu semua. 
Berbahagialah dalam asbak. 
Karena mungkin itu sudah tersurat dalam Lauhul Mahfudz. 

___
Palu, 13 Maret 2019
Percayalah, meraba kembali kata-kata itu sulit dan menjengkelkan.
Gambar: koleksi pribadi