Saturday, February 25, 2012

Landas: Momok di Perbatasan Negeri



Kubah bangunan kecil itu lamat-lamat terlihat saat kendaraan roda dua yang kami tumpangi memasuki Dusun Camar Bulan. Matahari tak lagi menampakkan diri meski pengukur waktu masih menunjukkan pukul 17.45. Dusun Camar Bulan adalah wilayah pertama yang akan dimasuki pengunjung dalam perjalanan ke Desa Temajuk. Inilah satu-satunya akses negeri kita ke wilayah ini, diseberang sana, Desa Temajuk berbatasan langsung dengan negeri tetangga Malaysia.



Pertengahan bulan Oktober, saya bersama seorang teman berkesempatan mengunjungi wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia. Tugas dari tempat kerja menjadi alasan resmi kehadiran kami disini. Bagi saya pribadi ini merupakan perjalanan berharga terlepas dari tugas yang diemban. 

Tepat depan musholah kecil itu, kami memberhentikan kendaraan, sejenak meluruskan badan yang payah setelah berkendara selama kurang lebih 3 jam. Kondisi badan jalan yang belum dikeraskan membuat motor kami harus terpeleset berpuluh kali. Saya tak sabar lagi mendengar kisah keseharian masyarakat di sini dengan kondisi akses yang terbatas seperti ini.

Setelah meneruskan perjalanan – dengan kondisi jalan yang masih sama – kami akhirnya menapaki jalan beton di pusat pemerintahan desa Temajuk. Warga begitu ramah menyambut kami, beberapa diantaranya menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat bermalam. Kami pun memilih rumah pak Johan, salah seorang ketua RT disana.

Kondisi perekonomian warga masih berjalan stabil. Biaya hidup disini memang lebih tinggi sebab harga barang meningkat 20% dari harga normal. Bahkan harga beberapa jenis barang kebutuhan seperti minyak tanah dan bahan bakar gas membengkak dua – tiga kali lipat.

Kondisi ini akan semakin parah dibulan November sampai Maret, saat dimana musim Landas (Hujan badai) tiba. Akses jalan menuju desa ini akan terputus, yang berarti distribusi barang pun berhenti. Masyarakat memilih untuk diam dirumah, tidak melaut pun tidak berkebun. Warga akan bertahan hidup dengan cadangan makanan yang mereka punya. Ekonomi lumpuh, kerawanan pangan mengintai.

“Kondisi ini sudah berlangsung selama 22 tahun mas, ini pun sudah lebih baik, ketimbang dulu, saat jalan belum berbentuk,” ujar Mansa ketua RT 16. Disela berbagai kekurangan desa Temajuk, warga tak banyak berharap. “Kita hanya minta satu, bukalah akses jalan yang layak bagi kami, agar roda ekonomi berputar,” harap Mansa.

Aku tertegun. Sehari sebelumnya kami menyempatkan diri mengunjungi Desa Melano – Malaysia, yang berbatasan langsung dengan Desa Temajuk. Badan jalan yang terawat, akses transportasi laut yang selalu tersedia dan murah, gedung sekolah 4 tingkat dengan fasilitas yang serba gratis, dan pos Polisi Diraja Malaysia yang selalu siaga di dekat garis batas. Kondisi yang bertolak belakang dengan Desa Temajuk.

Ditengah nasionalisme yang kian luntur di negeri ini, warga Desa Temajuk masih menunjukkan semangatnya. “Tak usah khawatir mas, kami belum berpikir untuk pindah warga Negara, lagipula tak semudah itu untuk pindah. Kami terus membuka kebun di garis batas, agar garis itu tak bergeser,” jelas Mansa.

Kini bulan Oktober pun berangsur usai, sebentar lagi musim Landas tiba. Dalam kesehariannya warga terlihat sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Dalam lima bulan kedepan, sekali lagi warga akan melewati masa krisis. Tak bisa melaut pun tak bisa berkebun, perekonomian lumpuh, kerawanan pangan mengintai. Dan sekali lagi ketegaran warga Desa Temajuk akan diuji.

Sambas, Kalimantan Barat
24 Oktober 2011
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment