Thursday, April 6, 2017

MENAKAR MEDIA: Dari Hoax Sampai Independensi




Setidaknya sejak Pemilu Presiden 2014 hingga sekarang istilah Hoax begitu trend di Indonesia. Persaingan politik yang panas menjadikan para pendukung capres melakukan berbagai hal untuk mengunggulkan calonnya, termasuk membuat berita bohong yang bisa menjatuhkan lawan atau menguntungkan calonnya.
Tak berhenti sampai di Hoax. Kepercayaan akan media pun terpecah. Banyak sindiran atau pernyataan yang mendiskreditkan salah satu media. Salah seorang teman bahkan pernah berkata, “Percaya MetroTV, percaya dua Tuhan!”


Sebagai orang yang pernah bergelut di dunia Pers dan media, saya merasa perlu membahas tentang hoax dan independensi media. Hoax adalah berita bohong, tujuannya bisa untuk cari sensasi, bisa untuk menarik orang untuk membaca, memperbanyak like dan komen di facebook, menjatuhkan seseorang, bisa juga untuk menguntungkan seseorang.

Untuk mengetahui sebuah informasi tergolong Hoax atau bukan sangatlah mudah. Dalam Islam disebut tabayyun, dalam bahasa Inggris disebut confirmation, dalam bahasa Indonesia disebut konfirmasi atau cek dan ricek.
Artinya kita harus mengkonfirmasi apakah berita tersebut benar atau bohong. Caranya coba cek berita yang sama di google atau mesin pencari lain. Apakah ada situs lain yang merilis informasi tersebut. Jika ada, coba lihat situsnya, apakah terpercaya atau tidak. Lihat isi situsnya, apakah beritanya wajar, atau justru berisi berita-berita yang tendensius, kebencian terhadap satu kelompok, atau berita hanya sensasi yang belum tentu kebenarannya.

Jika situsnya memuat isi seperti yang saya sebut di atas, maka perlulah kita waspada. Situs seperti ini biasanya tidak begitu dikenal masyarakat umum. Banyak juga diantaranya situs abal-abal yang hanya mengejar sensasi. 

Cara lain adalah dengan mengecek disitus berita terpercaya, apakah berita tersebut ada dimuat. Banyak situs berita yang sudah mendapat pengakuan baik nasional maupun internasional. Situs berita professional seperti ini tidak akan mau mengambil resiko mempertaruhkan kredibilitasnya hanya karena berita hoax. Mereka bekerja sesuai prosedur standar jurnalistik.
Lalu bagaimana dengan media dan beritanya. Media seperti apa yang bisa kita percaya. Media yang baik adalah media yang punya sikap independen. Sekali lagi INDEPENDEN, bukan NETRAL. Independen artinya bebas memilih keberpihakan tanpa dilatari kepentingan apa pun.

Ya, media bisa berpihak, dan itu sah. Tapi keberpihakan seperti apa yang harus dilakukan oleh media. Menurut apa yang saya amati, media mesti berpihak pada kebenaran, kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan. Artinya media sah-sah saja menggiring opini pembaca untuk sepakat dengan perdamaian.
Media sah-sah saja jika berpihak pada keadilan. Misalnya dengan berita yang mendukung KPK dan memojokkan Koruptor. Tidak masalah. Yang penting prosedur jurnalisnya harus dilakukan. Media sah-sah saja merilis berita yang meneduhkan dan menentramkan saat situasi memanas.

Media tidak boleh mengkompori orang untuk berkonflik, olehnya media dilarang menyebutkan “Pengrusakan Masjid” atau “Pembakaran Gereja” karena bisa menyulut konflik. Frasa ini harus diganti dengan pengrusakan “Rumah Ibadah”. 

Ada juga berita yang sifatnya advertorial, artinya berita yang sengaja dipesan oleh sponsor untuk mengiklankan produk atau program mereka. Ini juga sah, yang penting media harus menggolongkan berita tersebut sebagai Advertorial (Berita Iklan).

Adapun Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), salah satu organisasi wartawan sampai saat ini tidak mengakui berita Infotainment sebagai produk jurnalis. Ada satu hal yang dilanggar oleh infotainment, yakni hak privasi seseorang. Menurut AJI, wartawan boleh saja memberitakan privasi seseorang sepanjang itu berkaitan dengan kepentingan publik, misalnya penelusuran harta koruptor sampai pada istri simpanannya. Jika itu tidak berhubungan dengan kepentingan publik, seperti kisruh rumah tangga atau perselingkuhan artis, menurut AJI itu melanggar privasi dan tidak berkaitan dengan kepentingan publik.

Meski terdapat pula perbedaan kode etik antar organisasi wartawan. Tapi setidaknya seorang wartawan harus menaati prinsip keberimbangan dengan melakukan cover both side, artinya wartawan harus memuat pernyataan dari dua pihak yang berseberangan. Sebuah berita tidak bisa hanya memuat pernyataan satu pihak yang menyudutkan pihak lain.


Dalam memilih narasumber, seorang wartawan juga harus berusaha mendapatkan narasumber kunci. Objektifitas berita akan sangat diragukan jika narasumbernya tidak kredibel. Misalnya menanyakan peristiwa tabrakan pada warga yang saat kejadian dia berada dalam rumahnya yang berjarak 200 meter dari lokasi tabrakan. Jelas dia bukanlah narasumber kunci.

Akan lebih baik lagi jika seorang wartawan melakukan cover multi side atau memuat pernyataan banyak pihak. Misalnya kedua pihak yang berseberangan, ditambah pengamat, ditambah polisi misalnya, ditambah akademisi misalnya, atau juga psikiater, tergantung kasusnya apa. Cara ini akan memberi informasi yang lebih utuh, agar pembaca bisa lebih memahami duduk persoalan.

Inilah syarat mutlak sebuah berita. Jika sebuah media sudah melakukan hal tersebut, tidak ada lagi alasan kita tidak percaya pada media tersebut. Dan harusnya, tidak ada lagi pernyataan “Percaya MetroTV, percaya dua Tuhan”. 

Kita sudah mengetahui bagaimana idealnya sebuah berita, kita juga sudah bisa menilai sendiri, mana media yang bisa menjaga kredibilitasnya, mana yang tidak. Satu lagi yang tak kalah penting, media yang baik adalah media yang mendidik, bukan media yang mempertontonkan sesuatu yang tidak baik.

Banyak sudah program acara televisi yang kena teguran bahkan cekal oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Komisi ini bahkan merilis daftar program acara Televisi yang paling bermanfaat di Indonesia. Masyarakat sebaiknya bisa belajar dari situ, dan bisa cerdas dalam mengkonsumsi informasi. 
Selamat Berselancar
____
Palu, 06 April 2017
Gambar dari sini

Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan:
Selamat Jalan Pak Drs. Jos E. Ohoiwutun, MA. dosen Bahasa Inggris Univ. Tadulako
(dapat berita 5 menit yang lau)
Banyak kenangan bersamamu Pak.
R.I.P
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment