Entah kenapa puasa kali ini agak berbeda, terutama bagi mereka yang saban hari atau saban minggu mengakses internet. Banyak kegaduhan disana. Kegaduhan korupsi masih biasa, negeri ini sudah terlalu biasa hidup dengan kegaduhan korupsi. Tapi yang mengganggu bulan suci ini adalah kegaduhan politik yang membawa nama agama.
Tahun lalu sebenarnya ada juga beberapa kegaduhan seperti sweeping warung makan, tapi kegaduhannya tidak se-massif ini. Internet sepertinya sesak dengan kehebohan agama. Situs berita memuat sentimen-sentimen agama. Di media sosial, ujaran kebencian betah nangkring di halaman-halaman utama. Satu ujaran tenggelam, ujaran lain muncul, begitu seterusnya.
Puncak kegaduhannya, saat persoalan di dunia maya dibawa sampai ke dunia nyata. Mereka yang tak terima kritik, kemudian turun kejalan. Akun sang pengkritik, profilnya, foto keluarganya, sampai alamatnya diumumkan. Tujuannya agar pendukung fanatik mendatangi rumah pemilik akun dan mengintimidasinya. Maka muncullah terminologi baru (bagi saya) yang sukses jadi trend: PERSEKUSI.
Orang-orang yang melakukan PRESEKUSI ini tak segan-segan mengancam bahkan melakukan kekerasan fisik pada targetnya. Kejadian di Solok Sumatera Barat, 4 hari sebelum puasa dan di Cipinang Jakarta Timur, pada hari ke 4 puasa menjadi bukti trend ini.
Di Solok yang jadi korban adalah seorang dokter dan anak-anaknya yang terpaksa pindah keluar kota demi keselamatannya. Di Cipinang seorang bocah 15 tahun didatangi, diintimidasi, dan dipukuli. Padahal kalau mau jujur, ujaran kebencian kelompok para pelaku PRESEKUSI yang katanya mewakili agama ini tak kalah garangnya. Tak kalah sadisnya. Tapi begitulah orang-orang beragama di negeri ini, hanya mereka yang berhak melakukan itu. Ketika ada reaksi kritik balasan, mereka akan melakukan sweeping.
Mereka mengaku mewakili agamanya, apa yang mereka lakukan adalah mandat dari pemeluk agamanya. Mereka mayoritas dan harus ditakuti.
Ternyata kegaduhan ini juga terjadi di belahan bumi lain, di mana Muslim adalah kaum minoritas. Bedanya disana Muslim minoritas yang terzolimi dibela oleh Non Muslim yang mayoritas.
Taliesin Myrddin Namkai-Meche tewas bersama Rick Best di Stasiun Transit Hollywood, Portland, Oregon, Amerika Serikat hari pertama Puasa. Dua pria ini ditikam karena membela wanita muslim yang dilecehkan oleh seorang fasis psikopat.
Baca Juga: [bahaya] UTOPIA KHILAFAH DAN KOMUNIS
Di Inggris penutupan mushala oleh pihak kampus University of East Anglia (UEA), Norwich sepekan sebelum bulan Ramadhan menjadi viral di media sosial. Dalam foto-foto yang tersebar, mahasiswa non muslim membentuk barikade manusia melindungi umat Islam yang tengah shalat. Ironisnya 22 orang tewas akibat teror bom ISIS di Inggris pada hari yang sama.
Indonesia, Amerika, Inggris, di semua wilayah ini terjadi kegaduhan dengan tema agama. Bedanya, di Indonesia muslim adalah mayoritas sementara di Amerika dan Inggris, muslim menjadi minoritas.
Salam Alaika ya Nabi.
Saya jadi rindu sosokmu yang katanya lembut.
Warkop 212, Palu, 3 Juni 2017
8 Ramadhan 14
Gambar dari sini