Friday, May 26, 2017

[Bahaya] UTOPIA KHILAFAH DAN KOMUNIS


Pernah suatu ketika di ruang baca perpustakaan Lembaga Pers Mahasiswa FKIP Universitas Tadulako, satu orang mahasiswa tiba-tiba bertanya pendapat saya tentang komunis. Mereka semuanya berempat, salah satunya mantan orang penting di lembaga eksekutif Universitas. Saya tahu mereka adalah aktivis mahasiswa yang kalau bukan berhaluan kiri, pasti kanan. Agak susah menemukan aktivis mahasiswa yang moderat.

“Komunis itu cita-citanya baik, saking baiknya itu menjadi sangat utopis, seperti juga Khilafah.” Sepertinya mereka kaget dengan jawaban saya, dan diskusi pun berlanjut lebih seru, meski ujungnya mengambang - khas diskusi mahasiswa pada umumnya.

Bagi saya, saat ini Komunis dan Khilafah memang sesuatu yang Utopis. Komunis tidak membolehkan adanya kelas sosial, kaya-miskin, atau buruh-majikan dalam masyarakat. Semua memiliki kedudukan dan kelas sosial yang sama di bawah aturan Negara. Tidak ada kepemilikan pribadi, semua aset dan semua usaha adalah milik negara. Dengan tercapainya tujuan tersebut, maka tercapai pulalah kesejahteraan bersama seluruh ummat manusia.


Khilafah juga tak kalah utopisnya. ini adalah sistem pemerintahan zaman sahabat nabi, di mana semua wilayah kekuasaan, berada dalam satu kepemimpinan. Wilayah kekuasaan disini tidak hanya dimaknai sebagai wilayah administrasi, tapi juga wilayah penyebaran agama, dalam hal ini Islam.

Bagi ummat manusia, cita-cita komunis mungkin sangat indah, tapi harus memenuhi syarat sosial. Tanpa itu, cita-cita ini sulit untuk diwujudkan. Menurut saya syarat utamanya bahwa manusia tidak lagi memiliki ambisi duniawi. Tidak ada lagi manusia yang gila kekuasaan dan harta. Sampai sekarang saya belum mendapatkan Negara yang benar-benar berhasil menerapkan prinsip ini. Rusia dan China yang sempat menjadi basis utama komunis sampai saat ini tidak pernah berhasil.

Bagi ummat Islam, Khilafah juga memiliki cita-cita yang indah. Siapa yang bisa membantah kuatnya tatanan hidup bernegara di bawah pimpinan nabi. Semua masyarakat dijamin haknya, kebebasan beribadahnya, dan dilindungi keselamatannya, tidak peduli suku, ras, dan agamanya.

Tapi khilafah juga punya syarat. Seorang khalifah harus orang yang benar-benar adil, bijak, taat kepada perintah dan larangan Tuhan, bebas kepentingan, dan disetujui oleh semua kelompok yang ada. Sejak nabi wafat, Khilafah sudah goyah akibat perpecahan kelompok dan intrik politik. Khilafah bahkan sudah bergeser menjadi lebih mirip kerajaan sejak zaman Tabi'it tabi'in, dengan diterapkannya dinasti. Sampai saat ini sisa dinasti itu masih dipakai di pusat peradaban Islam, Arab Saudi dalam bentuk KERAJAAN bukan Khilafah.


Dengan munculnya Negara modern saat ini, bertambahlah tantangan pengusung sistem Khilafah. Bagaimana menyatukan puluhan Negara dalam satu kekuasaan. Siapa yang akan menjadi khalifah, bagaimana cara memilihnya, dan apakah calon khalifah itu akan mendapatkan baiat atau persetujuan dari banyaknya kelompok Islam saat ini?


Karena sulitnya menerapkan kedua sistem ini, beberapa pengikutnya memilih jalan kekerasan, agar sistem ini diterima. Di China puluhan juta orang meninggal akibat kebijakan pemimpin komunis Mao Zedong era tahun 1954 – 1976. Di Rusia, kebijakan Stalin juga berakibat malapetaka kemanusiaan.

Untuk mewujudkan cita-cita Khilafah, berbagai cara juga dilakukan pendukungnya, dan yang paling ekstrim adalah ISIS. Sejak mengklaim berdirinya Khilafah Islam di Irak tahun 2006, dengan seorang Khalifah bernama Abu Bakr al-Baghdadi, ISIS terus melebarkan kekuasaan dan pengaruhnya, tentu dengan paksaan dan kekerasan.

Itulah dampak dari konsep Utopis yang dipaksakan. Mereka para pengikut aliran idealisme harus mengerti, sesuatu yang Ideal pasti akan berunding dulu dengan realita. Bukan berarti seuatu yang baik tidak bisa diwujudkan, tapi semua ide akan menemukan bentuknya sendiri saat berbenturan dengan realita. Yang dibutuhkan adalah kebijaksanaan dan kecerdasan pemimpin. Bahwa dalam membangun peradaban, KEMANUSIAAN harus menjadi prinsip utama.


Sebenarnya ada satu Utopia yang saya suka: Utopia John Lennon lewat lagu Imagine-nya. Ide utopia ini tidak berbahaya, karena dia sebarkan dengan lagu, bukan pemaksaan. Seperti juga Sir Thomas More, seorang fulsuf dan penulis Inggris yang mengungkapkan mimpi idealnya dalam sebuah buku yang berjudul Utopia, diterbitkan tahun 1516.

Dari situlah kata Utopia dikenal luas.

___
Warkop 212, Palu, 26 Mei 2017

Turut berduka cita buat 22 korban tewas akibat serangan bom di Manchester 22 Mei, 5 korban tewas juga akibat serangan bom di Kampung Melayu, Jakarta 24 Mei, dan korban lain dalam rangkaian serangan terror yang diduga dilakukan oleh ISIS belum lama ini di Eropa dan Asia.

Gambar dari sini
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment