Syahdan. Suatu sore yang hangat di pertigaan Toboli, Parigi Moutong, suasana seperti di sore-sore biasa. Para peziarah yang mengadakan perjalanan jauh singgah sejenak untuk melepas lelah sambil meneguk kopi atau mengunyah Lalampa Toboli. Lalampa Toboli memang sudah terkenal ke seantero propinsi kecil ini. Puluhan warung berjejer dipinggir jalan siap melayani peziarah.
Ahok, yang saat itu hendak pulang ke Palu dari kunjungan mencicipi Durian Parigi menepikan mobilnya di salah satu warung. Mobilnya terparkir tepat di belakang mobil Mitsubishi All New Pajero Sport warna putih.
Baca Juga: Perayaan Kekalahan Paling Meriah
Ahok kemudian memasuki warung.
“Salam Alaikum” Ahok setengah teriak sambil mengangkat tangannya menyapa sosok berjubah putih yang sedari tadi duduk dalam warung.
“Walaikum Salam, eh Hok, masya Allah, ente dari mana?” Kata Bibib terkejut.
“Biasa dari berburu durian, buah kesukaan gua. Bibib sudah lama disini?”
“Belum lama juga sih, nih ane baru abisin 5 biji Lalamfa, ente mau?”
“Boleh, boleh”
Bibib lalu melambaikan tangan ke pelayan
“Lalamfanya 10 mas” teriak Bibib
“Sekalian kopi ya bang” Ahok menimpali.
Mereka berdua pun duduk semeja.
“Gimana kabar bib? Sehat?”
“Yah Alhamdulillah, begini lah, sehat tapi capek”
“Iya nih Bib, gua juga dah capek, makanya berburu durian dulu, supaya bisa fresh lagi. Bibib lagi perjalanan kemana?”
“Ini lagi nyari tukang urut, badan ane fegal-fegal smua. Ibu Kota makin rame aja tuh” Bibib pindah topik.
“Dengar-dengar fendukung ente ada aksi bakar lilin dan doa bersama ya?”
“Katanya sih gitu” jawab Ahok singkat.
Baca Juga: Anomaly Ahok
“Kalo ane saranin, ente bilang ama fendukung ente, buat undangan terbuka di media sosial, ente tinggal cari angka-angka cantik trus ente jadikan moment ntuk berbgerak. Jadikan ini isu SARA, ane jamin akan rame. Apalagi kalo ente jadiin rumah ibadah masing-masing sebagai titik start, itu fasti berhasil. Ente lihat sendiri kan cara ane kemarin?” Bibib memberi saran dengan mulut setengah penuh dengan Lalampa.
“Betul juga sih Bib, yah tapi itu urusan mereka lah,” Ahok menanggapi santai
“Loh, itu bukan massa bayaran ente?”
“Uang dari mana Bib, pekerjaan aja ane dah berhenti, masa mau hambur-hamburkan uang”
“Yah, fantesan aja massa ente ga militant”
“Tapi ngomong-ngomong polisi lagi nyari tuh Bib” Ahok ganti topik.
“Iya nih, urusannya jadi berabe gini.”
“Bibib juga sih doyannya ama Fitza Hot, itu kan bikinan Amerika bib, panganan lokal kan ada, Lalampa ini contohnya.” Ahok mencoba menasehati.
“Iya nih, tau begini, ane bermain lebih rapi lagi. Fadahal ane dah menghindar ke luar negeri, eh masih dicari juga”
“Penuhi aja panggilannya Bib,” saran Ahok
“Emang ane situ, mau aja menghadiri semua sesi fengadilan. Ente mau hadir terus juga ga bakalan mengubah futusan hakim. Ente harus cerdas Hok, contoh no fara fejabat korup, kalo dah dipanggil cepat buat alasan, sakit kek, berobat ke Singapur, berlibur, atau apa kek. Jangan fatuh-fatuh aja, hasilnya kan ente difenjara.”
Pelayan datang membawa 10 biji Lalampa pesanan Bibib dan kopi pesanan Ahok.
“Kalo gua sih dijalanin aja Bib. Sekarang gua sedang ajuin banding,” jawab Ahok sambil mengangkat gelas kopinya.
“Nah trus kalo banding ente ditolak?” Tanya Bibib sambil mengupas Lalampa baru.
“Ya, mau ga mau harus dijalanin Bib, mo gimana lagi.”
Baca Juga: Ahok Sepertinya Sudah Menyadari Itu
“Nah itu kelemahan ente, ga cerdik. Orang-orang besar dan sukses itu adalah orang-orang yang cerdik, ah ente ferlu belajar banyak Hok.”
“Yah, situasinya dah begini, gua ga mau….”
Bibib tiba-tiba memberi tanda pada Ahok untuk tidak berisik. Kepalanya direndahkan sambil melihat keluar warung.
“Ada polisi Hok, ane cabut dulu ya, mau nyelinap lewat belakang. Ente jangan bilang-bilang ketemu ane ya” kata Bibib setengah berbisik.
“Lah, ini kopi sama Lalampa urusannya gimana Bib?”
“Ente talangin aja dulu, ntar uangnya ane transfer dari Arab, OK”
Baca Juga: HABIB "R"
Sejurus kemudian jubah putih Bibib menghilang dibalik pintu belakang warung. Dua orang Polisi Pamong Praja masuk ke warung dan langsung menyapa Ahok.
“Pak, dah lama?”
“Belum juga”
“Sama siapa pak?” Tanya Pol PP merujuk pada gelas kopi kosong dan tumpukan daun pisang pembungkus Lalampa yang setengah menggunung di atas meja.
“Itu teman gue pemilik pohon durian. Maklum habis panen dia capek dan lapar, makanya dia makannya banyak”
Di bawah meja Ahok menyilangkan jari tangannya.
___
Kampus Untad, 13 Mei 2017 in colaboration with Andi Fadli
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Gambar dari sini dan sini
Hahahaa..kreatif kk ojan le,sy jdi trbayang lalampax ��
ReplyDeleteBuku Gie mana....?? wkwkwkwk
Delete