Adeeb Joudeh keluarga muslim pemegang kunci Gereja Suci (Holy Sepulchre) selama lebih dari 1000 tahun |
Mendengar khotbah Dr. Munther Isaac yang bergelar PhD dalam moment Christmas Eve, 23 Desember tahun 2023 lalu bukan hanya menyentak sadarku. Tapi juga kesadaran dunia, bahwa ada sisi lain dari penderitaan warga Gaza. Sisi yang justru mengungkap akar nilai dari warga Gaza: JESUS.
Khotbah yang berjudul Christ Under the Rubble itu menampar dunia. “Jika Jesus lahir hari ini, maka ia akan lahir di bawah reruntuhan puing Gaza…”. Di atas mimbar gereja kota Bethlehem, kota kelahiran Jesus itu, Isaac mempertegas bahwa Jesus adalah warga Palestina, lahir ditengah penjajahan kerajaan Romawi, dan selalu berdiri disisi pihak yang terjajah.
Isaac tidak mengada-ada, Jesus memang warga Palestina. Benar, dia berdarah Yahudi namun Palestina sejak dulu adalah wilayah yang dihuni oleh beragam etnis dan kepercayaan. Nama Palestina awalnya muncul dalam catatan, Herodotus asal Yunani berjudul The Historian yang dipublikasikan pertama tahun 430 SM.
Berbeda dengan definisi Palestina dalam Bibel yang memiliki area lebih kecil, Herodotus merujuk Palestina mulai dari wilayah pesisir pantai, lalu pegunungan, hingga lembah dimana sungai Jordan membentang sebagai batas. Mungkin saja kalimat From the River to the Sea diambil dari catatan Herodotus ini.
Satu hal yang pasti, wilayah Palestina sudah tercatat oleh Herodotus, bapak sejarah dunia barat itu, lebih dari 400 tahun sebelum Jesus lahir, atau 1.000 tahun sebelum Islam muncul. Palestina bukan berasal dari bahasa Arab atau diidentikkan dengan orang Arab seperti propaganda yang selama ini disebarkan. Palestina milik warga Palestina. Mereka berasal dari berbagai etnis dan berbagai keyakinan agama.
Khtobtah Christmas Eve Dr. Munther Isaac menjadi moment penting untuk mengingatkan dunia bahwa korban kebrutalan zionis Israel bukanlah atnis Arab atau umat Islam saja, tapi warga Palestina yang terdiri dari Yahudi, Kristen, dan Muslim.
Umat Kristen di Palestina selama puluhan tahun bahkan tidak bisa bergerak bebas mengunjungi Gereja Suci karna pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Israel. Dalam salah satu dokumenter tentang kehidupan umat Kristen di Bethlehem Palestina yang didokumentasikan oleh TRT World tahun 2017, seorang warga memberi kesaksian bahwa “Israel merampas semuanya, mereka merampas hidupmu sejak lahir… kalian tidak bisa bernafas kecuali atas seizin mereka.”
Kesaksian mengejutkan juga didokumentasikan oleh Lex Fridman saat mewawancarai pendeta Kristen di West Bank pada Juli 2023. “Saya pernah ke Amerika dan mengaku Kristen Palestina, mereka kaget dan tidak percaya ada umat Kristen di Palestina, padahal Kristen lahir disini”
SEJARAH YANG TAK DIAJARKAN
Kenyataan bahwa umumnya masyarakat Barat tidak memahami apa yang terjadi di tanah Palestina menunjukkan keberhasilan projek Hasbara Israel selama puluhan tahun untuk menutupi sejarah. Namun sejarah sudah tercatat dan tidak akan terhapus. Herodotus sudah menyatakan itu lebih dari 2.450 tahun yang lalu.
Ada dua versi sejarah soal Yahudi dan tanah Palestina: versi ilmuan dan versi kitab suci (Bibel dan Torah), namun semua versi ini tidak membantah bahwa memang benar bangsa Yahudi melalui sejarah kelam pengusiran, persekusi dan pembantaian berkali-kali, dan juga diselamatkan berkali-kali, namun yang ditutupi adalah siapa pelaku pembantaian dan siapa penyelamat.
Musa sebagai nabi yang diutus untuk membebaskan bangsa Yahudi hidup sekitar tahu 1500an SM. Ia lalu membebaskan dan membawa bangsa Yahudi yang diperbudak di Mesir menyeberangi Laut Merah menuju semenanjung Sinai. Sekitar 500 tahun kemudian (1.047 SM) nabi Daud (King David) diutus lalu membangun kerajaan di tanah Palestina. Kerajaan ini lalu dilanjutkan oleh anaknya, nabi Sulaiman (King Solomon). Lalu 500 tahun kemudian (589 SM) raja Nebukadnezar dari Neo Babilonia, kampung halaman nabi Ibrahim, berhasil menguasai Jerusalem, menghancurkan kuil suci nabi Sulaiman lalu membantai Yahudi dan mengusirnya. Inilah pembantaian dan pengusiran besar pertama terhadap Yahudi.
Tahun 539 SM raja Persia, Cyrus mengalahkan Babilonia lalu mengizinkan Yahudi untuk kembali ke Jerusalem. Wilayah basis kerajaan Persia hari ini meliputi Iran dan Iraq. Jadi yang menyelamatkan Yahudi dari kekejaman Nebukadnezar justru leluhur bangsa Iran yang sangat dibenci Israel saat ini.
Singkat cerita, Alexander Agung, murid Aristoteles dari kerajaan Yunani klasik memulai serangkaian serangan ke Persia di tahun 334 SM. Alexander berhasil mengalahkan Persia, lalu menguasai Jerusalem, namuan pada tahun 146 SM Romawi menguasai Yunani lalu menggantikannya di Jerusalem.
Yahudi yang sudah tinggal di Jerusalem sejak diizinkan oleh Cyrus, terjajah kembali oleh Romawi. Ditengah tekanan terhadap Yahudi, Jesus lahir yang menjadi momen awal dimulainya perhitungan tahun Masehi. Jesus menyebarkan ajaran Kristiani lalu di salib tahun tahun 33 Masehi.
Sekitar 30 tahun kemudian (tahun 66) Yahudi meminta bantuan Persia yang dulu membebaskan leluhur mereka dari Nebukadnezar dan berusaha melakukan pemberontakan. Setelah dua kali pemberontakan gagal, tahun 136 Masehi, Romawi memutuskan untuk membantai Yahudi dan menghancurkan semua kuil sucinya. Inilah pembantaian terbesar dan paling brutal terhadap Yahudi sebelum Holocaust.
Warga Yahudi yang berhasil selamat melarikan diri dan diaspora ke berpagai penjuru dunia, ke Afrika, Persia hingga menyeberang ke Eropa, Russia, dan Amerika. Selama 500 tahun Yahudi dilarang oleh Romawi untuk kembali ke kota Jerusalem bahkan ke seluruh wilayah Palestina.
Disaat bersamaan umat Kristen selama ratusan tahun juga mengalami kekerasan dan penindasan dari Romawi. Barulah saat raja Konstantine memindahkan ibu kota Romawi ke Byzantium (Turki hari ini) yang dikenal dengan Romawi Timur dan menetapkan Kristen sebagai agama resmi kerajaan Romawi, umat Kristen baru terbebas dari penindasan. Di masa kekuasaan Konstantine inilah, umat Kristen merasa aman untuk bermigrasi dan tinggal di Jerusalem. Namun Yahudi oleh Konstantine tetap dilarang untuk kembali.
Tahun 610 Islam mulai menyebar di jazirah Arab. Saat Islam masih belia, pertikaian ratusan tahun antara Romawi dan Persia terus berlangsung. Persia sempat menguasai sebagian besar jazirah Arab sebelum Romawi (Byzantium) dibawah pimpinan kaisar Heraklius menyerang balik dan menguasai kembali jazirah Arab.
Islam kemudian menyebar luas dan mulai membangun kekuatan. Tahun 634 Islam mulai melakukan serangkaian pembebasan wilayah Arab bagian utara (Suriah, Jordan, Palestina, Lebanon) dari kekuasaan Romawi. Salah satu perang terbesarnya adalah perang di lembah Yarmuk. Umat Islam yang dipimpin oleh Khalid bin Walid meraih kemenangan dan memaksa kaisar Heraklius meninggalkan Damaskus.
Tahun 635 Islam menaklukkan Jerusalem tanpa perang, Romawi menyerah dan melakukan perjanjian damai dengan Umar bin Khattab. Islam berhasil mengalahkan 2 kekaisaran besar sekaligus dengan kekalahan Persia (Sassaniyah) tahun 644.
Setelah itu Islam memerintah wilayah Palestina. Umar selaku khalifah lalu menyeru kepada umat Kristen dan Yahudi yang terusir untuk kembali dan membangun tempat suci masing-masing yang juga disucikan oleh umat Islam. Penantian Yahudi selama 500 tahun pun berakhir, dan pertikaian Yahudi dan Kristen berhasil didamaikan. Muslim memerintah Palestina selama lebih dari 1.200 tahun (635 – 1922) dan dari rentang waktu itu sedikit pertikaian yang terjadi.
GANGGUAN TENTARA SALIB
Kedamaian di Palestina terganggu saat tentara Salib memasukinya tahun 1099. Perang Salib dicetuskan oleh Paus Urbanus II di Roma. Tentara salib melakukan serangkaian pembantaian, mulai dari pembantaian Yahudi di Jerman dan beberapa wilayah Eropa, lalu membantai Muslim saat memasuki wilayah Turki hingga Palestina. Tentara Salib bahkan juga memburu Kristen Ortodoks Timur dan kelompok Kristen lain yang menentang Gereja Katolik Roma. Saat tentara Salib memasuki Palestina, Muslim, Yahudi, dan Kristen Ortodoks Timur bersatu membendungnya namun gagal.
Perang Salib terjadi dalam 3 gelombang dan tidak semua terjadi di Palestina. Persekusi dan pembantaian Yahudi yang disebut gerakan antisemit, justru dimulai oleh tentara Salib di Eropa.
Konflik besar tentara Salib di wilayah Palestina terjadi dalam Perang Salib 1 dan 2 yang diakhiri oleh Salahuddin al Ayyubi (Saladdin) pada tahun 1187. Perang Salib jilid 3 dimulai tahun 1193 oleh Paus Selestinus III tapi lebih banyak berlangsung di wilayah Eropa Utara memerangi kaum pagan dan musuh-musuh politik Gereja Katolik Roma. Beberapa pihak bahkan menggunakannya sebagai alasan politik untuk menggulingkan kekuasaan di beberapa wilayah di Eropa.
Tentara Salib berhasil mengganggu kedamaian di wilayah Palestina selama 88 tahun (1099 - 1187). Setelah itu Muslim melanjutkan pemerintahannya di wilayah ini hingga jatuhnya Ottoman dan beralih ke Inggris tahun 1922.
Baca Juga: KESATRIA GILA ANTARA ARSUF DAN LONDON
THE LAND OF PEACE
Hidup damai selama 1200 tahun membuat Palestina pernah dijuluki sebagai Tanah Perdamaian, dimana 3 agama samawi bisa hidup berdampingan. Penyanyi Elyanna menggambarkannya sebagai Ardhissalam (the land of peace) dalam lagu Olive Branch.
Tahun 1.798 pertikaian antara Katolik Romawi dan Gereja Ortodoks Timur kembali memuncak, Patriarch Anthemus dari gereja Ortodoks di Jerusalem bahkan menyatakan bahwa kekuasaan muslim Ottoman ditunjuk oleh Tuhan untuk mendamaikan pertentangan ini. Dengan jaminan keamanan dari Ottoman, kedua aliran gereja ini bisa menjalankan keyakinannya dengan aman.
Faktanya selama lebih dari 1000 tahun, kunci Gereja Suci (Holy Sepulchre) yang disucikan oleh semua aliran Kristen dipercayakan kepada satu keluarga muslim Palestina untuk memegangnya hingga hari ini. Keluarga muslim ini bertanggungjawab membuka dan menutup gereja suci saat digunakan untuk ritual ibadah.
Dari semua fakta sejarah ini, maka tak heran Dr. Munther Isaac sangat menyayangkan masyarakat barat menutup mata terhadap penjajahan warga Palestina (muslim, kristen, dan yahudi) oleh zionis Israel. Menjadi masuk akal jika Bethlehem tidak merayakan Natal tahun 2023 dan juga tahun 2024 ini.
Dr. Munther Isaac dari Bethlehem, Palestina |
Baca Juga: GAZA MENGURASKU
Fakta bahwa warga Amerika tidak mengetahui ada umat Kristen di Palestina menunjukkan bahwa Kristen telah dibajak dan dijadikan alat penjajahan oleh kekuasaan negara barat, sebagaimana Inggris melakukannya di masa kolonial dulu. Sebagaimana Islam juga dibajak oleh pelaku yang sama lalu dimunculkan dalam bentuk ISIS.
Namun keberhasilan pembajakan Kristen ini begitu mengagumkan hingga umat Kristen sendiri tidak risih merayakan Natal dengan gegap gempita saat Bethlehem kota kelahiran Jesus sedang dijajah. Yang lebih memukau lagi penjajahnya adalah mereka yang sama dengan pelaku pembantai di masa lalu (Romawi – Amerika, Inggris, Prancis)
Dr. Muther Isaac dalam Khotbahnya:
“(Terdapat) alasan teologi (untuk pembantaian Gaza) dimana gereja Barat mengambil peran mencolok. Disini di Palestina, Bibel dijadikan senjata untuk menyerang kita. Teks kitab suci kita sendiri. Disini kita menentang teologi kekuasaan… Bahkan kekuasaan kekristenan kita sendiri, tidak melindungi kita.”
“Jesus sendiri adalah korban dari kejahatan imperium yang sama, saat dia hidup di tanah kita. Dia disiksa, disalib, bersimbah darah saat yang lain hanya menonton… Jika Jesus dilahirkan hari ini, dia akan lahir di bawah reruntuhan Gaza.”
Khotbah Dr.Munther Isaac sejauh ini bagi saya adalah yang paling jauh. Ia mengajarkan kita pentingnya mengingat sejarah dan identitas kita. Dari mana kita berasal, dan apa nilai-nilai murni yang kita anut.
Christ Under the Rubble |
Baca Juga: CERITA GAZA - MIDWAY SEASON
Seperti juga yang ditulis Herodotus dalam The Historian bahwa The purpose is to prevent the traces of human events from being erased by time. Untuk mencegah jejak sejarah manusia terhapus oleh waktu.
Video Dr. Munther Isaac di Gereja Riverside New York 2024
Selamat Tahun Baru 2025
___
Bilik Caffee, Pertokoan Palu
31 Desember 2024