"Setiap lagu menyimpan data"
Bukan cuma sekali saya utarakan itu pada teman-teman saat
menikmati sebuah lagu. Saya percaya bukan cuma saya yang yakin lagu bisa membawa
kita ke situasi psikologi tertentu. Kenangan tertentu.
Saya tidak pernah membayangkan setelah puluhan tahun saya akhirnya
begitu menikmati Terlambat Sudah-nya
Poppy Mercury, Jera-nya Ermy Kulit, Rindu-nya Farid Harja. Kau yang Tlah Pergi-nya Caffein, atau
bahkan Doctor Jones-nya Aqua.
Kalau detik ini Satu
Untukku-nya Opera diputar, maka secara otomatis scene tentang teman karib
yang menggimbal rambut saya di salah satu sudut kampus dulu akan tayang di
kepala saya. Scene itu jadi special karena teman saya yang jago gitar itu
sering menyanyikannya, ditambah lagi ia sudah mendahului saya menghadap
penciptanya. [Salam untukmu Iwan Maika]
Ternyata lagu membutuhkan perjalanan waktu yang cukup
panjang, atau kejadian special agar ia bisa dinikmati. Serupa Budi (Rhoma
Irama) yang harus menjambret Ani (Yatie Octavia) dalam Berkelana I agar benih cinta tumbuh.
Setelah melalui rentetan waktu dan kejadian, maka penghayatan terhadap lagu jadi berbeda. Tapi untuk lagu-lagu tertentu saya menemui anomaly.
Setelah melalui rentetan waktu dan kejadian, maka penghayatan terhadap lagu jadi berbeda. Tapi untuk lagu-lagu tertentu saya menemui anomaly.
Tidak memerlukan waktu panjang dan kejadian spesial untuk bisa menempatkan saya dalam kondisi psikologi tertentu saat mendengar
Bésame Mucho-nya Michael Bublé &
Thalia, Bella Luna-nya Jason Mraz,
atau Million Years Ago-nya Adele. Saya seperti mengalami dejavu, terlempar ke masa tertentu yang saya juga tidak mengerti. Pasti ada sesuatu yang berdiam dalam lagu-lagu tersebut.
Tapi apapun itu, kalau mengikuti dugaan saya di atas tadi bahwa lagu bisa menyimpan
data yang ternyata juga diaminkan oleh National Gegraphic dengan merilis
penelitian bahwa mendengarkan lagu favorit dapat memicu aktivitas di bidang
hippocampus (daerah otak yang pengelolaan memori dan emosi), maka saya setuju
dengan kutipan:
“Jangan pernah menjadikan lagu favoritmu sebagai nada alarm pagi”
Karena sampai sekarang saya masih benci mendengar kalimat: "Sudah Jam 7"
Yah, mudah-mudahan besok pagi tidak sakit kepala, soalnya barusan ada pesan masuk "Dmn Pcc?" dari Enjang sang Pejuang Pagi, disusul pesan lain "Tunggu disitu, sy merapat".
Mana macis Fadli...?
[It's ganna be a long long night]
___
Palu, 16 September 2017