Saturday, March 11, 2017

Dikunjungi Raja, Jangan Ke-GR-an


Kemarin saya sebenarnya ingin menulis sisi lain dari kunjungan Raja Arab ke Indonesia, terlebih saat kunjungan presiden Yaman menghadiri KTT IORA 5 Maret lalu. Tapi karena euforia Raja Arab begitu heboh saya mengurungkan niat. Tapi kejadian kemarin membuat saya merasa harus membahas pasal itu.

Raja Salman boleh jadi datang ke Indonesia untuk liburan sambil berinvestasi. Kita juga boleh dong menyambut dengan suka cita. Namanya juga tamu, bawa uang lagi. Tapi perlu diingat bahwa raja Salman bukanlah simbol Islam, sama sekali bukan. Dia hanyalah representasi dari klan keluarga Saud yang saat ini menguasai wilayah Arab sejak 270an tahun lalu.

Hal ini perlu dipertegas sebab perbincangan gelas-gelas kopi dan media sosial sedikit mengkhawatirkan. Bahwa kedatangan raja Salman seolah mewakili keberkahan Islam bagi Indonesia, dan kritik kepada keluarga Saud seakan melakukan penolakan terhadap Islam itu sendiri. Ujung-ujungnya tuduhan anti Islam, syukur-syukur tidak dituduh terlibat konspirasi REMASON seperti tuduhan kaum Flat Earth.


Kalau mau jujur, keluarga Saud juga tidak mewakili karakter muslim yang benar-benar muslim. Semua sudah taulah bagaimana gaya hidup pangeran Arab, bagaimana investasi glamour mereka di Eropa dan Amerika, hingga putri yang gila belanja sampai meninggalkan banyak hutang di Paris.

Kegilaan keluarga Saud sudah bukan rahasia lagi. Tapi yang namanya hubungan kenegaraan tetaplah hubungan kenegaraan. Kita tentu merasa senang ada raja super tajir mengunjungi Negara kita yang masih butuh uang.


Kedatangan raja Salman ke beberapa Negara Asia tidak lain bertujuan untuk agenda ekonomi dan memperkuat pengaruhnya. Selain Malaysia dan Indonesia raja Salman juga akan mengunjungi Jepang dan China, semuanya membawa diplomasi ekonomi politik. Jadi tidak perlulah kita GR berlebihan.

Apa yang membuat sang raja keluar setelah sekian lama berada dalam sarang?

Situasi ekonomi global saat ini memaksa keluarga kerajaan Arab Saudi untuk turun langsung. Trend isu lingkungan dan pengembangan sumber energi alternatif membuat harga minyak dunia jatuh. Dari harga normal 100 dolar AS per barel, sempat jatuh ke angka 26 dollar AS per barel awal tahun 2016 lalu. Yang jadi masalah, belanja Arab Saudi sangat besar sementara ekonominya sangat bergantung pada minyak.

Amerika dan Eropa yang selama ini menjadi tujuan penjualan minyak Arab sudah mulai mengurangi belanja minyaknya. Tahun lalu Arab bahkan memecat beberapa menteri termasuk menteri keuangan dan menteri minyak. Tahun ini Arab berencana mencari kemungkinan investasi baru di Asia dan juga peluang investasi lain selain minyak.


Singkatnya ekonomi Arab Saudi sedang terpuruk. Zach Schreiber seorang analisis investasi bahkan sudah memprediksi jatuhnya harga minyak sejak 2014, saat harga minyak masih normal. Tahun 2016 lalu Schreiber bahkan mengatakan Arab Saudi punya waktu 3 tahun sebelum terjun bebas.

Indonesai harus pintar menggunakan peluang ini dan saya yakin Jokowi bersama menterinya sudah mengambil langkah tepat. Saya hanya bersyukur, Jokowi tidak terpancing untuk mengeluarkan pernyataan politik membela Arab Saudi terkait politik Timur Tengah. Tidak seperti tetangga kita PM Malaysia, Najib Razak yang terpancing membuat pernyataan bersama raja Salman menuduh Iran mencampuri konflik Timur Tengah. 


Waktu terus berjalan. Raja Salman mungkin sudah berada di penghujung liburannya di Bali. Namun tur Asianya belumlah selesai. Masih banyak PR yang harus beliau dan keluarganya kerjakan. Sementara itu saya akan ke kios dulu beli ketengan, sembari menyampaikan bela sungkawa atas tewasnya 26 warga sipil Yaman akibat serangan udara Arab Saudi, Jum’at kemarin.

Palu, 11 Maret 2017
Gambar dari sini
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment