Masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan atau memiliki ketergantungan hidup pada hasil hutan dijanjikan keuntungan dari skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) dalam bentuk dana hasil penjualan karbon.
”Sudah saatnya hutan Aceh mendapat perhatian internasional dan diperlakukan secara adil dalam berbagai negosiasi terkait krisis lingkungan dan implementasi REDD,” kata Gubernur NAD Irwandi Yusuf kepada para wartawan di sela-sela persiapan Governors’ Climate and Forests Taskforce (GCF) Meeting 2010 di Banda Aceh, Senin (17/5). Hadir penasihat senior GCF dari Universitas Colorado, William Boyd, Anthony Brunello mewakili Negara Bagian California, Amerika Serikat, dan Ernesto Roessing-Koordinator GCF untuk negara-negara bagian di Brasil.
Irwandi menjelaskan, pertemuan para gubernur ini sudah ketiga kalinya dan diharapkan membawa hasil lebih baik termasuk ada kejelasan tentang skema penjualan karbon serta kompensasi yang didapatkan oleh masyarakat lokal. ”Dari hasil yang tidak ada sebelumnya menjadi ada dan lebih jelas,” ujarnya tanpa merinci hasil yang sudah dicapai dan diharapkan akan dicapai pada pertemuan kali ini.
Anthony Brunello, wakil Negara Bagian California, Amerika Serikat, menyatakan, pihaknya belum memiliki usulan pasti. Dia menyatakan, ingin melihat konsepsi dan usulan Pemprov NAD, yang mewakili masyarakat Aceh, tentang skema melindungi dan menjaga lingkungan sekitar, terutama kawasan hutan.
Nasruddin, Ketua Majelis Duek Pakat Mukim Kabupaten Aceh Besar, ditemui di tempat terpisah, menyatakan penolakannya terhadap agenda pertemuan tersebut. Pihaknya mengklaim mendapat dukungan dari 17 permukiman yang akan terkena dampak dari penghitungan karbon di Cagar Alam Ulu Masen.
Dia mengatakan, yang seharusnya dilakukan Pemprov NAD adalah memberikan kejelasan status mukim dalam struktur pemerintahan. Perbincangan tentang skema REDD dan keuntungannya bagi masyarakat lokal, terutama yang di pinggir atau tengah hutan, menurut dia, tidak akan berjalan efektif tanpa ada kejelasan status permukiman itu sendiri.
Sumber: kompas.com
Photo : Tau Taa Wana, komunitas masyarakat adat Sulawesi Tengah (by Anja Lillegraven)