Sunday, April 7, 2019

TEMAN DAN MUSUH DARI MASA LALU



Setelah memilih dalam Pilpres 5 tahun lalu, secara tidak sadar saya sudah melibatkan diri dalam memantau setiap perkembangan pembangunan dan jalannya pemerintahan. Hal yang saya tidak pernah duga sebelumnya. Saya mensyukuri itu karna pada level paling rendah, saya sudah merasa terlibat dalam pembangunan negeri ini.

Sebelumnya, saya merasa berada di luar, yang jika ada kemajuan saya tidak merasa kenapa-kenapa, dan jika ada kemunduran maka saya dengan bersemangat ikut diskusi, membuat prediksi dan kecurigaan yang kadang menggelikan, tapi tidak bagi saya saat itu. Saya membangun kritik yang saya juga yakin tidak akan berpengaruh apa-apa. Saya menjadi orang yang paling pesimis dan antipati terhadap politik.


Tapi saat saya memilih dengan penuh kesadaran 5 tahun lalu, semua berubah. Jika pilihan saya bekerja sesuai harapan, maka saya ikut senang, apalagi jika ia melampaui harapan saya. Untuk pertama kalinya saya menjadi optimis bahwa politik negara ini akan segera menemukan bentuk terbaiknya. Jika pilihan saya melakukan kesalahan maka saya bertekad akan berusaha melakukan koreksi dengan cara saya, yakni menulis. Itu tanggung jawab saya sebagai pemilih.

Pada pemilu 5 tahun lalu saya memilih Joko Widodo. Pertanyaannya adakah tulisan yang sudah saya terbitkan untuk mengkritik kebijakannya. Belum ada. Pertama karna Jokowi terlalu sibuk membenahi masalah demi masalah di lapangan saat menjalankan visi misinya. Hasil kerjanya pun melampaui harapan saya.


Belum lagi disela kesibukan yang menghasilkan kejutan-kejutan yang mengagumkan itu, si Presiden kurus tak henti-henti diganggu oleh fitnah PKI, Asing, Aseng, hingga ibu kandungnya pun masuk dalam narasi serangan. Jokowi sudah sangat kewalahan dengan tubuh kurusnya terbang kesana kemari memastikan tim di bawahnya bisa bekerja dengan baik dan mencapai target.

Tapi apa pun itu, mengkritik seorang pemimpin tetaplah tugas kita.
Itu utang saya.

Hal yang perlu saya kritisi dari kepemimpinan Jokowi adalah pemakaian orang-orang lama dalam struktur kepemimpinannya. Jokowi masih tersandra masalah yang sudah ada sebelum dia masuk dunia politik. Situasi ini membuat dia mau tidak mau harus memakai orang-orang lama dengan gaya lama. Sungguh sangat disayangkan.

Jokowi adalah tipe pemimpin dengan gaya baru yang sangat berbeda dengan gaya lama. Mestinya orang-orang lama tidak perlu lagi masuk dalam lingkaran kekuasaannya. Orang lama dengan gaya lama itu seperti Wiranto, Luhut, dan Puan Maharani.

Wiranto masih belum bersih dari kasus HAM masa lalu, sama dengan Prabowo. Mereka akan bersih jika pengadilan HAM dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Luhut masih bagian dari masa lalu yang kental dengan gaya pensiunan militer ORBA yang konglomerat. Sementara Puan Maharani adalah bagian dari gaya lama yang minim inovasi, minim prestasi, dan lamban bekerja.

Jokowi sangat pas dengan squad muka-muka segar yang lincah, berani, dan inovatif seperti Sri Mulyani, Susi Pujiastuti, Retno Marsudi, Ignasius Jonan, atau Basuki Hadimuljono. Inilah squad yang sempurna, orang-orang yang mau diajak berlari, mau diajak potong kompas.

Tapi itulah politik hari ini, Jokowi tampak belum bisa bebas dari cengkraman kepentingan. Sepertinya ia juga membutuhkan orang-orang lama yang punya power itu untuk menstabilkan pemerintahan. Yang bisa menangkis serangan musuh yang juga berasal dari masa lalu.


Dulu, saat memilih, salah satu harapan pribadi saya ke Jokowi adalah menuntaskan kasus pelanggaran HAM dalam tragedy 1998. Ia satui-satunya harapan untuk itu, sebab ia tidak menjadi bagian dari masa lalu itu. Ia adalah pendatang baru yang masih bebas melakukan apa saja.

Ini memang simalakama, jika ia berani membongkar kasus tersebut maka bersiaplah untuk turun di tengah jalan, mirip yang di alami Gus Dur. Setidaknya ada 4 partai besar yang akan terganggu karena diisi orang bermasalah di masa lalu. Kawan dan lawan bisa bersatu menjatuhkannya. Tapi itu harus dilakukan.

Jika di periode pertama ia masih ragu karena memikirkan keberlanjutan pembangunan di periode kedua, maka jika ia lolos di periode kedua, langkah itu harus dia mulai. Resiko memang berat, caos bisa saja terjadi, tapi konsolidasi politik selama dua periode dengan partai-partai lain yang bebas masa lalu harusnya bisa meredam itu.

Beban sejarah ini harus dituntaskan, jika tidak itu akan menjadi beban yang makin lama makin berat bagi generasi selanjutnya. Menyerahkannya pada kepemimpinan Prabowo lebih tidak mungkin lagi, masa dia memulai pengadilan yang akan mengadili dirinya sendiri.

Selain membersihkan dosa masa lalu pendahulunya, saya pikir belum ada hal lain yang urgen untuk dipersoalkan dari seorang Jokowi. Utang masih di level aman, ancaman Tenaga Kerja asing masih sangat jauh jika dibandingkan dengan negara lain. Kondisi perekonomian masih termasuk kuat di Asia Tenggara, di atas Singapura. Infrastruktur melejit tak terbendung, hasilnya akan kelihatan dalam 5 – 10 tahun kedepan.

Majulah terus Endonesaahhh….!!!
___
Jl. Teluk Tomini, Palu, 7 April 2019
Gambar: dari sini
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment