Tuesday, April 14, 2015

Jokowi: Refleksi Enam Bulan


Keterlibatan dalam pemilu presiden Juli 2014 lalu mau tidak mau membuat saya merasa perlu untuk menulis lagi perkembangan politik nasional. Ini sebagai bentuk tanggungjawab baik kepada diri pribadi, sosial, maupun Tuhan.

Sejak dilantik, 20 Oktober 2014, atau enam bulan lalu Jokowi telah mengeluarkan berbagai kebijakan, melewati berbagai persoalan, dan mengenyam beragam kritikan. Kabinet baru pun telah dibentuk dan segera bekerja, sesuai namanya “Kabinet Kerja”. 

Baca Juga: Akhirnya Memilih

Target pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi oleh Jokowi memang tidak mudah. Pembangunan infrastruktur tersebut diantaranya sepanjang 2.600 km jalan baru, 1.000 km jalan tol, 3.000 km rel kereta api, 15 bandara, 24 pelabuhan, 49 waduk, pembangkit listrik sebesar 35.000 MW, dan 5.000 pasar tradisional. Sebagian besar program akan disebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.

Menurut Jokowi untuk mempercepat terbangunnya ekonomi negara, infrastruktur sudah harus dibangun saat ini. Dampaknya mungkin akan terlihat bertahun-tahun kemudian setelah perputaran barang dan jasa sudah cepat dan lancar. Daerah-daerah tertinggal pun bisa mengejar pertumbuhan ekonominya.


Berdasarkan perhitungan beberapa pihak total dana yang dibutuhkan pemerintah untuk mendanai target tersebut bisa mencapai 5.500 triliun. Sementara pendapatan Negara dalam APBN tahun 2015 tercatat 1.793,6 triliun. Di sela pekerjaan rumah yang berjubal, pemerintah juga menampung kritik dari berbagai pihak.


1. Hari yang Hingar Bingar


Dihari-hari awal, kabinet kerja sempat didera kritikan saat Jokowi menunjuk beberapa menteri yang banyak dinilai tidak kompeten. Yang paling disorot adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang hanya menamatkan studi formalnya setingkat SMP. Susi menjawabnya dengan kebijakan dibidang kelautan yang memproteksi laut Indonesia dari kapal pencuri asing. Dia menjadi menteri pertama yang berani menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan.

Pada kunjungan perdana ke luar negeri, Jokowi langsung memikat tetamu melalui pidato presentasinya dalam bahasa Inggris di forum KTT APEC Beijing November 2014. Dalam forum itu pemerintah Indonesia berhasil mengantongi komitmen investasi sebesar US$ 27,4 miliar.

Seperti biasa pujian dan kritikan selalu muncul. “Mengecewakan dan sadis” kata Andi Arief mantan Staf Khusus Presiden seperti yang diberitakan rmol.co, menurut Andi Arief Jokowi seharusnya berbicara kebutuhan rakyat. “Seorang presiden bicara di forum internasional bukannya berupaya menambah program-program buat kebutuhan rakyat, malah tanpa empati akan mengambil hak rakyat.” Katanya


Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana juga menyoal kewajiban presiden untuk memakai Bahasa Indonesia dalam pidato resminya. Seperti diketahui Jokowi dalam KTT APEC menggunakan bahasa Inggris dalam presentasinya.

Kritik lebih tajam datang dari Ketua Komisi I DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Sidik, menurutnya Jokowi dalam pidatonya seperti gadis yang sedang menelanjangi diri untuk persilakan semua laki-laki untuk menjamahnya.

Menjawab itu Jokowi berkata “Saya belajar dari Tiongkok, dulu mereka negara tertutup, lalu membuka peluang investasi dan akhirnya mereka berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi hingga 11-12 persen. Pembangunan jalan atau pelabuhan tidak akan mungkin dibawa lari setelah selesai dibangun. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari investasi itu.”


Kritik belum mereda, Jokowi kembali mengambil langkah berani. Untuk mengejar target pembangunan, pemerintah melakukan berbagai penghematan. Sepulang dari lawatan perdananya keluar negeri, Jokowi langsung mengurangi subsidi dan mengumumkan kenaikkan harga BBM. Sontak kritik semakin menggema di mana-mana.

Jokowi beralasan subsidi BBM sudah sangat membebani kas Negara. Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara sebelumnya juga pernah berkata subsidi sekarang sebesar 400 triliun diantaranya subsidi BBM dan listrik dan itu dibiayai utang.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono menulis dalam portal PSEKP, Jika suatu saat nanti subsidi BBM bisa dihilangkan, maka kita akan mendapatkan ruang fiskal (
penghematan) hampir Rp 250 triliun per tahun. Banyak yang bisa dilakukan dengan dana sebesar itu.

Biaya pembangunan bandara megah Kualanamu di Sumatera Utara hanya Rp 5,6 triliun dalam tempo 8 tahun. Artinya, kebutuhan dananya 700 miliar per tahun. Rel kereta ganda (double track) Jakarta-Surabaya sepanjang 727 km hanya Rp 10,6 triliun; jalan tol di atas laut di Bali sepanjang 12 km cuma Rp 2,7 triliun, dan seterusnya. 


Dengan kata lain, dana Rp 250 triliun per tahun untuk menambah anggaran infrastruktur tersebut sangatlah besar, bahkan jika sebahagian dipakai untuk melindungi daya beli masyarakat miskin dengan Bantuan Langsung Tunai nilai bantuan per kepala keluarga per bulan akan besar. (Ulasannya bisa dilihat disini)

Harga BBM dunia dan harga keekonomiannya memang tidak pernah stabil, pilihan hanya ada dua: menstabilkan harga dengan besaran subsidi yang naik turun, atau menetapkan subsidi lalu harga BBM naik turun.

Subsidi yang ditetapkan akan mengurangi beban kas Negara, dampak negatifnya harga tidak stabil. Sementara harga yang ditetapkan menyebabkan besaran subsidi membebani kas Negara dan membuka peluang utang luar negeri.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menerangkan bahwa pemerintah bukan hanya mengurangi tapi secara bertahap akan mencabut subsidi dan mengalihkannya ke sektor yang lebih menunjang ekonomi jangka panjang.


2.  Blunder

Jokowi sejauh itu melakukannya dengan baik, tapi bukan tanpa cacat. Saya pribadi melihat Jokowi sudah melakukan tiga kali blunder. Hal ini dijadikan kesempatan bagi lawan politiknya untuk menyerang. Blunder pertama saat Jokowi tidak memenuhi janjinya untuk merampingkan kabinet sebagai bentuk efisiensi kerja. Hal yang sebelumnya begitu ia gembar-gemborkan. Sayang, yang terjadi jumlah kementerian tetap sama dengan masa SBY. Pembentukannya pun masih berbau kompromi politik. Entah mungkin tekanan partai pengusungnya begitu berat hingga kabinet impian tidak terwujud.

Blunder kedua saat ia menunjuk Jaksa Agung Prasetyo yang berlatar-belakang partai politik. Hal ini juga jelas sangat bertentangan dengan semangat sebelumnya yakni mengurangi porsi partai politik dalam jabatan publik apalagi pejabat hukum.
 

Blunder ketiga pun terjadi. Blunder terbesar yang harus dibayar mahal, baik oleh Jokowi maupun bagi partai pendukungnya, karena gesekan internal sudah terjadi. Blunder yang dimaksud adalah saat ia “harus” mengusulkan calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan ke DPR pada Jumat 9 Januari 2015.

Amat disayangkan padahal KPK sudah memperingati Jokowi sebelumnya terkait track record perwira polisi yang satu ini. Pengusulan Budi Gunawan seolah menjadi momen bagi Jokowi memulai kisruh panjang, layaknya Pandora yang membuka kotak pemberian para dewa dan membebaskan semua hal buruk ke bumi dalam mitologi Yunani.

Empat hari setelah pengusulan tersebut, Budi Gunawan yang sebelumnya pernah menjadi ajudan presiden Megawati Soekarnoputri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Tanggal 15 Januari DPR menyetujui usulan presiden namun Jokowi malah bimbang. Ketidakjelasan status Kapolri dan berlarut-larutnya kasus ini menyebabkan institusi penegak hukum bertikai. KPK dan Polri saling serang, Kejaksaan Agung pun tidak bisa mengambil posisi tegas saat berkas Budi Gunawan dilimpahkan ke mereka. Pimpinan KPK diberhentikan untuk sementara karena ditetapkan tersangka oleh Polri, pun status pimpinan Polri belum juga ada kepastian.




Banyak yang mengaitkan ketidaktegasan Jokowi dengan “titah” Megawati yang “menitipkan” Budi Gunawan. Sangat disayangkan jika Jokowi tidak bisa independen dalam mengambil keputusan pada kasus ini.




Enam bulan sudah berlalu, waktu terus berjalan sementara ia tahu dan semua juga tahu masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur jangka panjang dan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen 2019 nanti. Kita tentu berharap yang terbaik bagi negeri ini untuk beberapa tahun kedepan.
___
Palu, 14 April 2015
Gambar: ferizalramli.wordpress.com

  

2 comments:

  1. Ulasan yang baik, mencatat sepak terjang Bapak Presiden Yang TERHORMAT Joko Widodo membawa kita semua menuju kejahtetaraan. Semoga Bapak Presiden Yang TERHORMAT Joko Widodo tetap kuat seperti gatot kaca membawa kebijakan pro kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam pengawasan politik kepartaian nasional.

    ReplyDelete
  2. Tengkyu....
    Semoga masyarakat dapat berpikir objektif, mengedepankan fakta ketimbang praduga yg berujung hasut. Seiring besarnya harapan kita akan perwujudan nawa cita, sebesar itu pula tanggungjawab untuk mengawal dan mengkritisi pemerintahan jika kontraproduktif dengan cita-citanya sendiri.

    ReplyDelete