Friday, December 21, 2012

Reegae, Bob Marley, dan Rastafarian



Perkembangan musik Reggae hingga diterima sebagai salah satu genre musik populer di dunia tidak terlepas dari sosok Bob Marley yang melakukan kampanye secara massif kurun waktu 1970 an. Sebagian orang mengatakan selain popularitas, ada kekuatan lain yang mendorong Marley melakukan semuanya. Kekuatan apakah itu, kenapa musisi seperti Marley dinobatkan sebagai pahlawan oleh masyarakat Jamaika.


Bob Marley lahir dengan nama Robert Nesta Marley, di St. Ann Parish, Jamaika, pada 6 Februari 1945. Ibunya seorang perempuan kulit hitam dan ayahnya laki-laki kulit putih yang yang akhirnya meninggalkan mereka tak lama setelah kelahiran Marley. Sejak kecil Marley sudah berteman baik dengan Neville O’Riley Livingstone yang sering dipanggil Bunny.

Situasi ekonomi yang makin sulit memaksa Marley pindah ke kota Kingston bersama ibunya pada akhir 1950 an. Mereka tinggal di Trenchtown wilayah pemukiman miskin di bagian barat kota. Disana ia mulai terpengaruh dengan beragam musik mulai dari musisi lokal hingga musisi dari Amerika yang disiarkan lewat radio. Menurut biography.com Marley sangat mengagumi artis seperti Ray Charles, Elvis Presley, Fats Domino, dan The Drifter.

Marley dan temannya Bunny menghabiskan banyak waktu untuk bermain musik. Dibawah bimbingan guru musik Joe Higgs, Marley meningkatkan kemampuan bernyanyinya, disini pula ia berkenalan dengan Peter McIntosh yang kemudian dikenal dengan Peter Tosh.


Sebelum memiliki grup band, Marley dikenalkan oleh Jimmy Cliff musisi lokal kepada produser local Leslie Kong dan memulai karir musiknya lewat jalur solo. Single pertamanya berjudul Judge Not dan One More Cup of Coffee dirilis tahun 1962. Namun perjalanannya bersolo karir tidak berjalan lancar. Tahun berikutnya Bob, Livingston, and McIntosh membentuk grup band bernama Wailing Wailers. Single pertama mereka adalah Simmer Down dan menduduki puncak tangga lagu popular di Jamaika pada tahun 1964. Ditahun yang sama Wailing Wailers menambah 3 orang personil Junior Braithwaite, Beverly Kelso, dan Cherry Smith.

Meski terbilang sukses di Jamaika, namun mereka tetap mengalami kesulitan financial, Braithewaite, Kelso, dan Smith pun keluar dari band dan Wailing Wailers fakum. Pada 10 ferbruari 1966 Bob menikahi Rita Anderson dan memutuskan pergi mengunjungi ibunya yang sudah tinggal di Amerika.

Rastafarian

Marley mengenal Rastafarian saat pulang dari Amerika, setelah tinggal bersama ibunya selama 8 bulan. Rastafarian adalah gerakan religi dan politik perpaduan ajaran dari tokoh nasionalis Marcus Garvey, Kitab Perjanjian Lama, dan tradisi Afrika.

Marcus Garvey, melontarkan gagasan “Afrika untuk Bangsa Afrika…”. Pernyataan ini diikuti dengan seruan gerakan repatriasi atau pemulangan kembali masyarakat kulit hitam ke Afrika. Seperti diketahui bahwa sebagian besar penduduk Jamaika adalah orang Afrika yang dibawa paksa oleh kolonial Inggris untuk bekerja paksa disana.

Pada tahun 1929, Garvey yang kemudian menjadi pahlawan nasional Jamaika, meramalkan datangnya seorang raja Afrika yang menandai pembebasan ras kulit hitam dari penindasan kaum Babylon (istilah dalam Alkitab) yang mereka pakai untuk menyebut penjajah kulit putih.

Setahun kemudian, yakni 1930, Ras Tafari Makonnen dinobatkan sebagai raja Ethiopia dengan gelar Haile Selassie. Para pengikut ajaran Garvey menganggap Ras Tafari sebagai sosok pembebas yang diramalkan dan menyebut diri mereka Rastafarian. Gerakan ini bercita-cita untuk memulangkan kembali ras kulit hitam ke Afrika, menyatukan Negara-negara Afrika, dan hidup damai tanpa diskriminasi ras dan penindasan penjajah. Ethiopia kemudian dianggap sebagai tanah harapan (Zion) bagi warga kulit hitam di dalam maupun luar Afrika.

Kepulangan Marley dari Amerika bertepatan dengan kunjungan Haile Selassie ke Jamaika pada tahun 1967. Hanya berselang satu tahun sebelum kelahiran musik Reggae. Banyak yang memperkirakan momen ini menjadi salah satu pendorong bagi Marley untuk mengajak teman lamanya Bunny dan McIntosh membentuk kembali band dengan nama the Wailers. Marley dan grup band yang terlahir kembali  kemudian berperan sebagai media bagi penyebaran nilai dan semangat Rastafrian.




Pada akhir 1960-an The Wailers merilis beberapa lagu yang hits seperti Stir It Up, Trench Town Rock, Soul Rebel, dan Four Hundred Years. Di tahun 1970 mereka menambah 2 orang personil: Aston Barrett pada Bass dan adiknya Carlton Barrett pada drum.

Penandatanganan kontrak dengan perusahaan rekaman Island Record pada tahun 1972 merupakan gerbang bagi kesuksesan mereka. Hasilnya, album bertajuk Catch a Fire melambungkan nama The Wailers hingga keluar Jamaika. Tour promo pun dilakukan di Inggris dan Amerika pada tahun 1973. Tak lama setelah itu The Wailers merilis album selanjutnya yakni Burnin dengan hitsnya IShot the Sheriff. Seiring kesuksesan dalam karir musik, Marley juga semakin larut menghayati ajaran Rastafarian.

Sebelum menelurkan album Natty Dread tahun 1975, dua orang pendiri the Wailers yakni Peter Tosh dan Bunny Wailer mengundurkan diri dan memilih jalur Solo. Album Natty Dread merefleksikan situasi politik yang makin memanas antara Partai Nasional Rakyat (PNP) dan Partai Buruh Jamaika (JLP). Kekerasan sering terjadi karena pertentangan tersebut. Lagu Rebel Music (3 O'clock Road Block) terinspirasi dari pengalaman Bob sendiri yang dicegat oleh tentara pada malam hari sebelum pemilu 1972. Lagu Revolution kemudian disebut-sebut sebagai dukungan Bob kepada PNP.

Dalam tour selanjutnya, The Wailers berubah nama menjadi Bob Marley & the Wailers dan menambah backing vocal yang disebut I-Threes, terdiri dari Rita Marley (istri), Marcia Griffiths, dan Judy Mowatt. Mereka melakukan tour besar-besaran dan mendukung promosi musik Reggae ke dunia Internasional. Tahun 1975 di Inggris lagu No Woman No Cry masuk dalam 40 hit terlaris.

Tahun 1976 album Rastaman Vibration masuk dalam Music Chart di Amerika. Album ini menjadi bukti kesetiaan Marley pada keyakinannya dan responnya terhadap kondisi politik. Berikut potongan irik dalam lagu Waryang merupakan kutipan pidato Haile Selassie:

Until the philosophy which hold one race superior
And another, Inferior is finally and permanently discredited
And abandoned
Everywhere is war

That until the basic human rights are equally guaranteed to all without regard to race -
Dis a war.

And until the ignoble and unhappy regimes that hold our brothers in Angola,
In Mozambique, South Africa, Sub-human bondage,
Have been toppled, Utterly destroyed
Well, everywhere is war –

And until that day, the African continent will not know peace,
We Africans will fight - we find it necessary - and we know we shall win
As we are confident in the victory
Of good over evil -
Good over evil, yeah!


Resiko Perjuangan

Sosok Marley memang unik, melalui perannya sebagian orang hari ini mengenal Reggae sebagai lagu yang membawa pesan perdamaian dan anti kekerasan. Melalui perannya pula sebagian menilai Reggae adalah lagu pembebasan, dan pemberontakan. Marley mampu berdiri diantara pesan damai dan semangat pemberontakan.

Perannya sebagai penyemai semangat revolusi beberapakali menempatkannya pada situasi yang berbahaya. Puncaknya terjadi saat kembali ke Jamaika dari tour internasional, Marley dianggap mendukung salah satu partai yang bertikai, dan kepopulerannya di Jamaika dipandang sebagai ancaman bagi partai lain. Suatu malam tanggal 3 Desember 1976, 2 hari sebelum konser di Taman Nasional Kingston, sekelompok orang bersenjata menangkap Merley  dan grup bandnya saat sedang berlatih.

Dua buah peluru menerjang Marley, sebuah mengenai tulang dada dan sebuah lagi bersarang dilengannya. Istrinya Rita Marley juga terkena peluru dibagian kepala, dan yang paling parah adalah mejenernya Don Taylor yang tewas seketika diterjang 5 buah peluru. Meski mendapat serangan brutal, Bob Marley tetap menggelar konser 2 hari setelah serangan. Dan meninggalkan kota setelah konser selesai. Kejadian ini mungkin yang menginspirasi lagu Ambushin the Night.



Pindah ke Inggris tahun 1977, Bob Marley kemudian berkonsentrasi mengerjakan album Exodus. Lirik lagu ini mengambil analogi perjalanan yang dilakukan Musa dan bangsa Israel saat meninggalkan tanah pembuangan. Konsep yang sama juga terdapat dalam ajaran dan cita-cita Rastafarian yang digariskan oleh Marcus Garvey, yakni kembali ke tanah leluhur Afrika dan hidup damai tanpa penjajahan dan diskriminasi. Lagu Exodus kemudian menjadi hit di Inggris selain lagu Waiting in Vain dan Jammin. Semua lagu dalam album ini bertahan dalam music chart di Inggris selama lebih dari setahun dan dianggap sebagai salah satu album terbaik yang pernah masuk dalam chart. Di tahun ini pula dokter mendiagnosa serangan kanker dalam tubuh Bob Marley.

Tugas Yang Tak Selesai

Disaat mengerjakan Exodus Marley and the Wailers merekam lagu yang dirilis dalam album berbeda yakni album Kaya. Cinta adalah tema utama dalam album yang dirilis tahun 1978 ini. Dua lagu yang hitsnya adalah Satisfy My Soul dan Is ThisLove. Tahun yang sama Bob kembali ke Jamaika dan menggelar konser One Love Peace. Dikonser ini Bob mempertemukan dua pimpinan partai yang berseberangan Michael Manley (PNP) dan Edward Seaga (JLP), mereka berjabat tangan diatas panggung yang sama dengan Bob.

Ditahun ini Bob Marley melakukan kunjungan pertamanya ke Afrika, mengunjungi Kenya dan Ethiopia yang disebut sebagai tanah harapan (Zion) bagi Rastafarian. Sepulang dari Afrika Bob mengerjakan album Survival yang dirilis tahun 1979. Album ini berisi pesan bagi persatuan benua Afrika dan penyudahan penjajahan disana. Bob Marley & The Wailers bahkan tampil dalam perayaan kemerdekaan Negara baru Zimbabwe di tahun 1980.



Album Uprising yang menuai sukses besar di dunia internasional dirilis pada1980. Diantara hitsnya adalah Could You BeLoved dan Redemption Song. Gaya tradisional dalam lagu Redemption Song menurut adalah bukti dari bakat luar biasa Bob Marley dalam menulis lagu. biography.com menulis:

…crafting poetic lyrics with social and political importance. The line "emancipate yourselves from mental slavery; none but ourselves can free our minds" is just one example of his artistry.

Bob Marley & The Wailers mengguncang penikmat musik di Eropa dalam tour promosinya. Mereka berencana melanjutkan tour ke Amerika namun tidak berjalan sempurna, mereka sempat tampil di Madison Square Garden sebelum Bob Marley jatuh sakit. Sel kanker yang ditemukan oleh dokter tahun 4 tahun sebelumnya, telah menyebar keseluruh tubuhnya. 


Sebelumnya Bob sempat menjalani perawatan di Jerman dan berhasil melawan serangan kanker selama beberapa bulan. Saat dokter menyatakan harapan hidupnya sudah menipis, Bob ingin segera pulang ke kampung halamannya Jamaika, namun Bob meninggal di Miami, Florida pada 11 Mei 1981 sebelum menyelesaikan perjalanannya.

Tidak lama sebelum meninggal, Bob Marley mendapat penghargaan dan bintang jasa dari pemerintah Jamaika. Ia juga mendapat penghargaan Medali Perdamaian dari PBB atas usahanya mengkampanyekan perdamaian dan persamaan derajat.

Hingga hari ini Bob Marley disebut sebagai musisi pertama yang dari Negara miskin/berkembang yang menuai sukses besar di dunia musik. Meski begitu cita-cita yang ia yakini tidak pernah terwujud. Bangsa-bangsa di Afrika hingga kini umumnya masih berkutat pada masalah kemiskinan dan konflik berkepanjangan.


















___
Palu, 21 Desember 2012
Foto: bobmarley.com

Tulisan Terkait:
Reggae: The Beatles, Leonardo Dicaprio, hingga Akon
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment