Wednesday, May 8, 2019

HAKIKAT UJIAN YANG SALAH KAPRAH



Dulu ada mantan pejabat yang dipenjara karena korupsi milyaran. Setelah dicek, ternyata penjaranya punya fasilitas mewah, ada AC, TV, bahkan ruang kerja sendiri.

Bukan hanya itu, si koruptor pun masih bisa petantang petenteng, liburan kesana kemari. Reaksi pun heboh. Masyarakat marah karena koruptor yang harusnya dihukum berat malah mendapatkan fasilitas mewah.

Hakikat hukuman tak berjalan sebagaimana mestinya.



Dalam hal hakikat, beberapa orang sangat peka memaknainya. Salah satunya para sufi. Di masa jauh sebelum era digital saat ini, hiduplah seorang sufi besar bernama Bisyr bin Harits di tahun 767 Masehi. Bahkan konon Imam Hanbali pun berguru padanya perihal ketuhanan.

Sebagai waliyullah, orang yang memiliki hubungan dan kedekatan spesial dengan Tuhannya, Bisyr sangat peka dengan keadaan sosial disekelilingnya.



Keinginannya untuk memakan daging panggang tidak pernah terwujud selama 40 tahun karena gaya hidupnya yang miskin dan menggembel. Padahal tidak sulit jika ia meminta kepada Tuhannya.

Saat cuaca dingin dimalam hari, Bisyr malah tidur dengan pakaian seadanya. “Aku tidak punya uang untuk membantu orang-orang miskin. Oleh karena itu, aku ingin merasakan penderitaan mereka” katanya.

Itulah hakikat ujian. Menjauhkan fasilitas kemudahan agar bisa memaknai diri, memaknai hidup bersosial. Dalam kasus koruptor agar ia bisa merefleksi kesalahannya. Dalam kasus Bisyr agar ia bisa lebih mendekatkan diri pada Tuhannya.

Menjalani hukuman dan ujian dengan segala bentuk fasilitas kemudahan, sama saja dengan berpuasa tapi memaksa warung-warung untuk tutup di siang hari atau melarang orang untuk makan di depan umum.

Kepada fakir miskin, gembel, dan pengemis, kami mohon maaf. Selama ini kami seolah sudah menang gilang gemilang melawan hawa nafsu saat waktu berbuka tiba. Padahal sedikit pun kami tidak bisa menyamai penderitaan kalian. Bahkan sebagaian kami hanya memikirkan bagaimana menumpuk amal sebanyak-banyaknya, di bulan bazar amal ini. Saat dimana Tuhan mengobral amal dengan harga murah. Bahkan dengan Tuhan pun kami memiliki perhitungan dagang.

Kami dengan semangat membara berteriak dan memaksa warung-warung tutup di siang hari. Puasa menjadi alasan kami untuk dihormati. Padahal di hari-hari lain, kami bebas makan dimana saja, kapan saja dan kalian tidak pernah marah. 





Harga seporsi makan siang kami kadang lebih dari cukup untuk kalian bertahan hidup seminggu. Maafkan kami yang lebih mementingkan kapling surga ketimbang kalian.

Ah...
Saya jadi rindu buku tentang Bisyr dan tokoh Sufi lain yang saya baca dipertengahan masa kuliah S1 dulu. Entah dimana buku itu sekarang.

Selamat bersantap Sahur
___
Jl. Teluk Tomini Palu
8 Mei 2018
3 Ramadhan 1440

Gambar dari sini, sini, dan sini
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment