Friday, October 19, 2018

BENCANA PALU: JANGAN FITNAH TUHAN


Tanggal 28 Desember 2014 AirAsia Indonesia dengan nomer QZ8501 sempat meminta belok ke kiri untuk menghindari awan Kumulonimbus pada pukul 06.17 WIB. Semenit berselang, ATC Bandara Soekarno-Hatta kehilangan kontak dengan Pilot. 

Dua hari berselang puing pesawat ditemukan di laut Jawa bersama tubuh manusia. Semua penumpang termasuk 17 anak-anak dan 1 balita meninggal. 


Indonesia bersedih. Tuhan menurunkan musibah.

Selasa 26 Oktober 2010 gunung Merapi meletus. Mbah Maridjan yang terkenal itu meninggal bersama 352 orang. Letusan ini dikatakan lebih dahsyat dibanding letusan gunung yang sama tahun 1872 silam.

Indonesia kembali menangis. Tuhan marah. 

Pada 26 Desember 2004, Aceh digulung tsunami yang diawali gempa 9,3 skala richter. Ombak setinggi 30 meter menghantam Aceh dan 14 negara lainnya. Tak tanggung-tanggung total korban di semua wilayah ini mencapai 280.000 jiwa, 220.000 jiwa diantaranya ada di Indonesia. Bencana paling mematikan dengan biaya pemulihan paling mahal sepanjang sejarah.

Indonesia berduka. Tuhan murka.

Dipenghujung senja Jumat 28 September 2018, tepat 21 hari lalu, lembah Palu diguncang gempa 7,4 skala richter. Tsunami menyusul menghempas teluk Palu dan pesisir Donggala. Likuifaksi menenggelamkan dua kelurahan padat penduduk kedalam tanah dan lumpur perkiraan korban mencapai 10.000 jiwa meski yang resmi tercatat sementara 2000an jiwa.

Indonesia berkabung. Di dunia maya, Tuhan menurunkan azabnya.

Bencana memang jadi momentum paling tepat untuk memfitnah Tuhan dan menuding para pendosa. Di saat-saat itu, orang jadi malas berpikir, mungkin karena tidak biasa mengasah logika, mungkin juga karena lelah. Bagi mereka sunnatullah tak berlaku. 
Tuhan dalam keyakinan saya sudah menyusun alam semesta dalam struktur yang rapi terikat dalam hukum kausalitas. Kausalitas yang tunduk pada sunnatullah. 

Api sifatnya membakar, sudah ditetapkan demikian. Ketika kita memegang bara, maka tangan kita akan terbakar. Bukan azab. Tebing tanah akan runtuh jika dibebani air hujan tanpa akar pohon yang mengikat. Sengaja membangun rumah di bawah lerengnya beresiko terkubur longsor. Bukan karna Tuhan jahat.

Awan Kumulonimbus sangat padat dan memuat listrik yang bisa membahayakan pesawat terbang. Terbang melewati awan itu berpotensi jatuh. 

Bermukim di sekitar gunung Merapi yang dinobatkan menjadi gunung berapi teraktif dan paling mematikan di dunia beresiko terpapar awan panas dan banjir lava. Sunnatullahnya demikian, bukan karena semua korban pendosa.

Berada di Aceh, dan sepanjang pesisir selatan Sumatra, Jawa, dan Bali berpotensi gempa besar dan tsunami, karena wilayah itu di area subduksi. Itu ketentuannya. Berada di atas area patahan sesar Palu Koro berpotensi gempa dan tsunami. Itu kenyataannya.

Sebab bencana bisa beragam. Tapi untuk menghakimi siapa pendosa yang menjadi sebab turunnya bencana bukanlah soal yang sederhana. Dalam kitab suci pun dosa yang menyebabkan bencana juga beragam.  

Baca Juga: PETAKA

Tugas kita sesuai tuntunan agama adalah menjalin hubungan baik dengan Tuhan dan sesama manusia. Terkait bencana, pekerjaan rumah kita dalah “Iqra”, membaca, mempelajari, dan terus mengembangkan teknologi yang bisa menghindarkan kita menzalimi diri sendiri.

Menantang sunatullah itu sama dengan menzalimi diri sendiri. Hanya rahmat yang bisa membuat sunatullah tidak berlaku. Itulah keajaiban dan mukjizat.

Jadi tanpa rahmat jangan coba-coba memasukan tangan anda tanpa pengaman kedalam kobaran api. Apalagi menuduh Tuhan murka saat tangan anda terbakar.

___
Palu, 21 Oktober 2018
Gambar ilustrasi dari sini





Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment