Perkembangan
musik Reggae hingga diterima sebagai
salah satu genre musik populer di dunia tidak terlepas dari sosok Bob Marley
yang melakukan kampanye secara massif kurun waktu 1970 an. Sebagian orang
mengatakan selain popularitas, ada kekuatan lain yang mendorong Marley
melakukan semuanya. Kekuatan apakah itu, kenapa musisi seperti Marley
dinobatkan sebagai pahlawan oleh masyarakat Jamaika.
Bob Marley
lahir dengan nama Robert Nesta Marley, di St. Ann Parish, Jamaika, pada 6
Februari 1945. Ibunya seorang perempuan kulit hitam dan ayahnya laki-laki kulit
putih yang yang akhirnya meninggalkan mereka tak lama setelah kelahiran Marley.
Sejak kecil Marley sudah berteman baik dengan Neville O’Riley Livingstone yang
sering dipanggil Bunny.
Situasi
ekonomi yang makin sulit memaksa Marley pindah ke kota Kingston bersama ibunya
pada akhir 1950 an. Mereka tinggal di Trenchtown wilayah pemukiman miskin di
bagian barat kota. Disana ia mulai terpengaruh dengan beragam musik mulai dari
musisi lokal hingga musisi dari Amerika yang disiarkan lewat radio. Menurut
biography.com Marley sangat mengagumi artis seperti Ray Charles, Elvis Presley,
Fats Domino, dan The Drifter.
Marley dan
temannya Bunny menghabiskan banyak waktu untuk bermain musik. Dibawah bimbingan
guru musik Joe Higgs, Marley meningkatkan kemampuan bernyanyinya, disini pula
ia berkenalan dengan Peter McIntosh yang kemudian dikenal dengan Peter Tosh.
Sebelum
memiliki grup band, Marley dikenalkan oleh Jimmy Cliff musisi lokal kepada
produser local Leslie Kong dan memulai karir musiknya lewat jalur solo. Single
pertamanya berjudul Judge Not dan One More Cup of Coffee dirilis tahun 1962.
Namun perjalanannya bersolo karir tidak berjalan lancar. Tahun berikutnya Bob,
Livingston, and McIntosh membentuk grup band bernama Wailing Wailers. Single
pertama mereka adalah Simmer Down dan menduduki puncak tangga lagu popular di
Jamaika pada tahun 1964. Ditahun yang sama Wailing Wailers menambah 3 orang
personil Junior Braithwaite, Beverly Kelso, dan Cherry Smith.
Meski
terbilang sukses di Jamaika, namun mereka tetap mengalami kesulitan financial,
Braithewaite, Kelso, dan Smith pun keluar dari band dan Wailing Wailers fakum.
Pada 10 ferbruari 1966 Bob menikahi Rita Anderson dan memutuskan pergi
mengunjungi ibunya yang sudah tinggal di Amerika.
Rastafarian
Marley
mengenal Rastafarian saat pulang dari Amerika, setelah tinggal bersama ibunya
selama 8 bulan. Rastafarian adalah gerakan religi dan politik perpaduan ajaran
dari tokoh nasionalis Marcus Garvey, Kitab Perjanjian Lama, dan tradisi Afrika.
Marcus
Garvey, melontarkan gagasan “Afrika untuk Bangsa Afrika…”. Pernyataan ini
diikuti dengan seruan gerakan repatriasi atau pemulangan kembali masyarakat
kulit hitam ke Afrika. Seperti diketahui bahwa sebagian besar penduduk Jamaika
adalah orang Afrika yang dibawa paksa oleh kolonial Inggris untuk bekerja paksa
disana.
Pada tahun
1929, Garvey yang kemudian menjadi pahlawan nasional Jamaika, meramalkan
datangnya seorang raja Afrika yang menandai pembebasan ras kulit hitam dari
penindasan kaum Babylon (istilah dalam Alkitab) yang mereka pakai untuk
menyebut penjajah kulit putih.
Setahun
kemudian, yakni 1930, Ras Tafari Makonnen dinobatkan sebagai raja Ethiopia
dengan gelar Haile Selassie. Para pengikut ajaran Garvey menganggap Ras Tafari
sebagai sosok pembebas yang diramalkan dan menyebut diri mereka Rastafarian.
Gerakan ini bercita-cita untuk memulangkan kembali ras kulit hitam ke Afrika,
menyatukan Negara-negara Afrika, dan hidup damai tanpa diskriminasi ras dan
penindasan penjajah. Ethiopia kemudian dianggap sebagai tanah harapan (Zion)
bagi warga kulit hitam di dalam maupun luar Afrika.
Kepulangan
Marley dari Amerika bertepatan dengan kunjungan Haile Selassie ke Jamaika pada
tahun 1967. Hanya berselang satu tahun sebelum kelahiran musik Reggae. Banyak yang memperkirakan momen
ini menjadi salah satu pendorong bagi Marley untuk mengajak teman lamanya Bunny
dan McIntosh membentuk kembali band dengan nama the Wailers. Marley dan grup
band yang terlahir kembali kemudian
berperan sebagai media bagi penyebaran nilai dan semangat Rastafrian.
Pada akhir 1960-an The Wailers merilis beberapa lagu yang hits seperti Stir It Up, Trench Town Rock, Soul Rebel, dan Four Hundred Years. Di tahun 1970 mereka menambah 2 orang personil: Aston Barrett pada Bass dan adiknya Carlton Barrett pada drum.
Penandatanganan
kontrak dengan perusahaan rekaman Island Record pada tahun 1972 merupakan gerbang
bagi kesuksesan mereka. Hasilnya, album bertajuk Catch a Fire melambungkan nama
The Wailers hingga keluar Jamaika. Tour promo pun dilakukan di Inggris dan
Amerika pada tahun 1973. Tak lama setelah itu The Wailers merilis album
selanjutnya yakni Burnin dengan hitsnya IShot the Sheriff. Seiring kesuksesan dalam karir musik, Marley juga semakin
larut menghayati ajaran Rastafarian.
Sebelum
menelurkan album Natty Dread tahun 1975, dua orang pendiri the Wailers yakni
Peter Tosh dan Bunny Wailer mengundurkan diri dan memilih jalur Solo. Album
Natty Dread merefleksikan situasi politik yang makin memanas antara Partai
Nasional Rakyat (PNP) dan Partai Buruh Jamaika (JLP). Kekerasan sering terjadi
karena pertentangan tersebut. Lagu Rebel
Music (3 O'clock Road Block) terinspirasi dari pengalaman Bob sendiri yang
dicegat oleh tentara pada malam hari sebelum pemilu 1972. Lagu Revolution
kemudian disebut-sebut sebagai dukungan Bob kepada PNP.
Dalam tour
selanjutnya, The Wailers berubah nama menjadi Bob Marley & the Wailers dan
menambah backing vocal yang disebut I-Threes, terdiri dari Rita Marley (istri),
Marcia Griffiths, dan Judy Mowatt. Mereka melakukan tour besar-besaran dan
mendukung promosi musik Reggae ke
dunia Internasional. Tahun 1975 di Inggris lagu No Woman No Cry masuk dalam 40 hit terlaris.
Tahun 1976
album Rastaman Vibration masuk dalam Music Chart di Amerika. Album ini menjadi
bukti kesetiaan Marley pada keyakinannya dan responnya terhadap kondisi
politik. Berikut potongan irik dalam lagu Waryang merupakan kutipan pidato Haile Selassie:
Until
the philosophy which hold one race superior
And
another, Inferior is finally and permanently discredited
And
abandoned
Everywhere
is war
That
until the basic human rights are equally guaranteed to all without regard to
race -
Dis
a war.
And
until the ignoble and unhappy regimes that hold our brothers in Angola,
In
Mozambique, South Africa, Sub-human bondage,
Have
been toppled, Utterly destroyed
Well,
everywhere is war –
And
until that day, the African continent will not know peace,
We
Africans will fight - we find it necessary - and we know we shall win
As
we are confident in the victory
Of
good over evil -
Good
over evil, yeah!
Resiko Perjuangan
Sosok Marley
memang unik, melalui perannya sebagian orang hari ini mengenal Reggae sebagai lagu yang membawa pesan
perdamaian dan anti kekerasan. Melalui perannya pula sebagian menilai Reggae adalah lagu pembebasan, dan
pemberontakan. Marley mampu berdiri diantara pesan damai dan semangat
pemberontakan.
Perannya
sebagai penyemai semangat revolusi beberapakali menempatkannya pada situasi
yang berbahaya. Puncaknya terjadi saat kembali ke Jamaika dari tour
internasional, Marley dianggap mendukung salah satu partai yang bertikai, dan
kepopulerannya di Jamaika dipandang sebagai ancaman bagi partai lain. Suatu
malam tanggal 3 Desember 1976, 2 hari sebelum konser di Taman Nasional
Kingston, sekelompok orang bersenjata menangkap Merley dan grup bandnya saat sedang berlatih.
Dua buah
peluru menerjang Marley, sebuah mengenai tulang dada dan sebuah lagi bersarang
dilengannya. Istrinya Rita Marley juga terkena peluru dibagian kepala, dan yang
paling parah adalah mejenernya Don Taylor yang tewas seketika diterjang 5 buah
peluru. Meski mendapat serangan brutal, Bob Marley tetap menggelar konser 2
hari setelah serangan. Dan meninggalkan kota setelah konser selesai. Kejadian
ini mungkin yang menginspirasi lagu Ambushin the Night.
Pindah ke
Inggris tahun 1977, Bob Marley kemudian berkonsentrasi mengerjakan album
Exodus. Lirik lagu ini mengambil analogi perjalanan yang dilakukan Musa dan
bangsa Israel saat meninggalkan tanah pembuangan. Konsep yang sama juga
terdapat dalam ajaran dan cita-cita Rastafarian yang digariskan oleh Marcus Garvey,
yakni kembali ke tanah leluhur Afrika dan hidup damai tanpa penjajahan dan
diskriminasi. Lagu Exodus kemudian
menjadi hit di Inggris selain lagu Waiting in Vain dan Jammin. Semua lagu dalam
album ini bertahan dalam music chart di Inggris selama lebih dari setahun dan
dianggap sebagai salah satu album terbaik yang pernah masuk dalam chart. Di
tahun ini pula dokter mendiagnosa serangan kanker dalam tubuh Bob Marley.
Tugas Yang Tak Selesai
Disaat
mengerjakan Exodus Marley and the Wailers merekam lagu yang dirilis dalam album
berbeda yakni album Kaya. Cinta adalah tema utama dalam album yang dirilis
tahun 1978 ini. Dua lagu yang hitsnya adalah Satisfy My Soul dan Is ThisLove. Tahun yang sama Bob kembali ke Jamaika dan menggelar konser One Love
Peace. Dikonser ini Bob mempertemukan dua pimpinan partai yang berseberangan
Michael Manley (PNP) dan Edward Seaga (JLP), mereka berjabat tangan diatas
panggung yang sama dengan Bob.
Ditahun ini
Bob Marley melakukan kunjungan pertamanya ke Afrika, mengunjungi Kenya dan
Ethiopia yang disebut sebagai tanah harapan (Zion) bagi Rastafarian. Sepulang
dari Afrika Bob mengerjakan album Survival yang dirilis tahun 1979. Album ini
berisi pesan bagi persatuan benua Afrika dan penyudahan penjajahan disana. Bob
Marley & The Wailers bahkan tampil dalam perayaan kemerdekaan Negara baru
Zimbabwe di tahun 1980.
Album
Uprising yang menuai sukses besar di dunia internasional dirilis pada1980.
Diantara hitsnya adalah Could You BeLoved dan Redemption Song. Gaya
tradisional dalam lagu Redemption Song menurut adalah bukti dari bakat luar
biasa Bob Marley dalam menulis lagu. biography.com menulis:
…crafting poetic lyrics with social
and political importance. The line "emancipate yourselves from mental
slavery; none but ourselves can free our minds" is just one example of his
artistry.
Bob Marley
& The Wailers mengguncang penikmat musik di Eropa dalam tour promosinya.
Mereka berencana melanjutkan tour ke Amerika namun tidak berjalan sempurna,
mereka sempat tampil di Madison Square Garden sebelum Bob Marley jatuh sakit.
Sel kanker yang ditemukan oleh dokter tahun 4 tahun sebelumnya, telah menyebar
keseluruh tubuhnya.
Sebelumnya
Bob sempat menjalani perawatan di Jerman dan berhasil melawan serangan kanker
selama beberapa bulan. Saat dokter menyatakan harapan hidupnya sudah menipis,
Bob ingin segera pulang ke kampung halamannya Jamaika, namun Bob meninggal di
Miami, Florida pada 11 Mei 1981 sebelum menyelesaikan perjalanannya.
Tidak lama
sebelum meninggal, Bob Marley mendapat penghargaan dan bintang jasa dari
pemerintah Jamaika. Ia juga mendapat penghargaan Medali Perdamaian dari PBB
atas usahanya mengkampanyekan perdamaian dan persamaan derajat.
Hingga hari
ini Bob Marley disebut sebagai musisi pertama yang dari Negara miskin/berkembang
yang menuai sukses besar di dunia musik. Meski begitu cita-cita yang ia yakini
tidak pernah terwujud. Bangsa-bangsa di Afrika hingga kini umumnya masih
berkutat pada masalah kemiskinan dan konflik berkepanjangan.
___
Palu, 21 Desember 2012
Foto: bobmarley.com
Tulisan Terkait:
Reggae: The Beatles, Leonardo Dicaprio, hingga Akon
Foto: bobmarley.com
Tulisan Terkait:
Reggae: The Beatles, Leonardo Dicaprio, hingga Akon