Ibadah shalat Isya belum lama usai, aktifitas Café Aweng Auk di kawasan Religi kota Palu ini terlihat konstan. Dua, tiga orang pelayan mondar mandir melayani pelanggan yang duduk santai bersama kolega atau mungkin keluarga.
Di sisi timur
berbatasan dengan pagar, seperangkat alat musik sudah tersusun di tempat live
musik, membelakangi jalan raya Sis Aljufrie. Beberapa saat lagi gelaran Ba
Blues yang ke 13 akan dimulai. Dekat pintu masuk terletak sebuah meja yang
dikelilingi Tuan Rumah Ba Blues, para penggagas pagelaran malam itu.
Pengunjung mulai
berdatangan, memenuhi meja yang disusun hanya beberapa meter dari lokasi live
performance. Auk, sang pemilik tampak santai ngobrol bersama para penggagas
lalu sesekali menyapa pengunjung yang tampak seperti bukan orang lain.
Itulah keunikan dan kekuatan suasana pertemuan di kota kecil ini, sangat hangat, kemungkinan orang-orang
saling kenal satu sama lain sangat besar. Dan memang itu yang diinginkan Auk
sang pemiliki Café dan penggagas event. Sebuah pertemuan silaturrahmi musisi
kota Palu dan interaksi hangat bersama penonton.
Tak lama
kemudian Veky and Friend mengambil posisi, Arul yang bertindak sebagai pembawa
acara langsung menyapa santai penonton. Mencairkan suasana dengan sapaan dan
joke yang ‘sangat Palu’, lebih tepatnya ‘sangat Boyaoge’ dengan aksen ana, ente, zen, rajal, harim, dan kosa
kata Arab gaul lainnya yang sangat akrab di telinga orang Palu.
Pertunjukan
dimulai penonton bertepuk tangan. Setiap akhir lagu Arul kembali mengocok
penonton dengan joke-nya. Berjalan diantara kursi-kursi pengunjung, lalu
sesekali menyapa Auk sang pemilik Café. Suasana intim berhasil dibangun,
pengunjung tak merasa berjarak. Musisi tidak tampil di atas menara gading yang
wah dan susah dijangkau. Sebaliknya musisi dan penonton membaur hangat. Iconk
sang vokalis dan Veky sang gitaris bertukar memasuki area penonton, menembus
batas kesakralan panggung.
Setelah sesi
awal, Arul kemudian memandu diskusi soal Hak Cipta dalam bermusik dan bagaimana
Royalti bisa memberi manfaat kepada seniman musik agar terus berkarya. Musisi Palu,
Ipank Tobaraka membawakan lagu Blues Utakelo karya Ali Smid yang saat itu
memegang Bass.
Setelah sesi
diskusi, vibe pertunjukan merangkak naik, dari Ba Blues ‘yang tak melulu Blues’ ke lagu yang memang kental dengan Blues dan
progresi 12 bar. Have I Told You Lately-nya
Rod Steward, Give Me One Reason-nya Tracy
Chapman, When a Man Loves a Woman-nya
Percy Sledge yang saya kenal dari James Brown, hingga Come Together-nya The Beatles.
Warna vocal
Iconk yang agak berat dan serak bergantian dengan vocal Eci yang segar dan
manis. Di belakang, Veky mahir memainkan emosi pengunjung dengan lick pentatonic, tabuhan drum dari Pay, lentingan
Keyboard dari Ivan Lamale, dan petikan bass dari Hanif sukses membuat malam itu
groovy
Pengunjung puas,
keintiman yang tak didapatkan dalam pertunjukan musik lain. Menurut Adi
Tangkilisan, salah satu penggagas Ba Blues, event ini memang ditujukan untuk
membangun silaturrahmi musisi Palu yang makin kesini makin berjarak. Blues
dipilih karna musik modern tak bisa lepas dari akar blues, meski pertunjukannya
‘tak melulu Blues’.
Baca Juga: BA BLUES
“Seperti juga industri lain, musik juga membutuhkan ekosostem untuk tumbuh, ini mestinya dikeroyok, semua harus saling terhubung agar kita bisa mengorbitkan musisi kota Palu yang secara kemampuan bisa bersaing dengan musisi tanah air lainnya. Banyak harapan yang ingik kita bangun dari event sederhana ini” kata Adi Tangkilisan.
Palu, 1 April 2022
Dokumentasi Pribadi
Artikel yang sangat menarik
ReplyDeleteSewa Container