Memasuki pertengahan 1429 sepasukan tentara Prancis menyusuri sungai Loire, merebut jembatan-jembatan penting, memukul mundur pasukan Inggris dan Burgundi, serta mempermalukan komandan Inggris Sir John Fastolf.
Prancis saat itu berada diambang kehancuran dan keputus-asaan, hingga Jeanne d'Arc, gadis petani buta huruf berusia 17 tahun muncul di hadapan Charles VII menawarkan diri sebagai komandan pasukan. Dibawah bawah kepemimpinan Jeanne, Inggris mengalami banyak kekalahan dan Prancis mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. Jeanne dan pasukannya mengantar Charles VII merebut kembali tahtahnya.
Keberanian Jeanne memaksa Shakespeare hingga Twain mengisahkan gadis belia ini lewat pena. Keberanian yang pada akhirnya mengantar sang gadis pada tiang penghukuman pengadilan Inggris setelah tertangkap. Jeanne dibakar hidup-hidup diusia 19 tahun atas tuduhan Bidah (penyimpangan agama).
***
Suatu hari di bulan Agustus (Ramadhan menurut perhitungan Kamariah) tahun 611 Masehi, Khadijah dikagetkan oleh suaminya yang pulang dalam keadaan tidak biasa. Pucat, suhu tubuh panas-dingin, dan terlihat ketakutan. Muhammad pertama kali bertemu Jibril dan menerima wahyu pertamanya. Khadijah mungkin tidak tahu pasti apa yang dialami suaminya, namun perempuan paruh baya ini mencoba menenangkan dan menyelimuti lelaki yang berusia 15 tahun lebih muda darinya itu.
Sebelum menikah dengan Muhammad, Khadijah adalah janda terhormat di Mekkah. Selain itu, ia adalah saudagar kaya di kota itu. Khadijah menikah dengan Muhammad dalam usia 40 tahun. Setelah menikah, ia harus rela merubah gaya hidupnya, menyesuaikan dengan gaya hidup suami yang sangat sederhana. Menyerahkan hartanya saat suaminya membutuhkan, bahkan rela menyaksikan Fatimah, putri kecil kesayangannya kelaparan karena pengepungan Mekkah selama 3 tahun yang dilakukan oleh kaum Quraisy.
Dikisahkan bahwa Khadijah adalah istri yang paling dicintai dan dihormati oleh Muhammad. Keberhasilan Muhammad mengangkat Mekkah dari daerah paling terbelakang di jazirah arab menjadi pusat perdagangan dan perekonomian tidak lepas dari peran Khadijah. "Allah tidak pernah memberiku pengganti yang lebih baik dari Khadijah. Dia beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan, dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa."
***
April 1879, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara, dikaruniai putri yang diberi nama (Raden Adjeng) Kartini. Semasa kanak-kanak, Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai usianya 12 tahun. Setelah itu, atas nama adat dan kebiasaan ia kemudian dipingit.
Dalam pingitan, Kartini melakukan korespondensi (surat menyurat) dengan beberapa temannya di Eropa. Ia juga rajin mennyantap buku dan majalah berbahasa Belanda. Ide-ide “liar” mengalir dalam surat-suratnya dan tulisannya beberapa kali dimuat di majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Untuk memenuhi impiannya, Kartini akhirnya mendirikan sekolah perempuan di Jepara. Selanjutnya ia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah keguruan lewat beasiswa di Belanda.
Kartini muda terpaksa mengubur mimpinya saat orang tuanya memaksa Kartini untuk menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Keputusan ini diambil oleh keluarga untuk membendung Kartini dari kegiatan kampanye feminisnya. Kartini melahirkan anak pertamanya Soesalit Djojoadhiningrat pada tanggal 13 September 1904, empat hari kemudian ia meninggal. Sekolah perempuan Kartini kemudian menyebar di kota-kota besar pulau jawa. Semasa hidup ia tidak ingin memakai gelar bangsawan Raden Ajeng, ia lebih memilih di panggil Kartini sebagai mana Pramoedya Ananta Toer menulis buku Panggil Aku Kartini Saja.
***
Sejarah mencatat peran besar perempuan dalam perkembangan peradaban manusia dengan berbagai cara. Tiga kisah tokoh perempuan diatas mungkin mewakili tiga peran besar perempuan dalam sejarah. Jeanne d’Arc mewakili perempuan-perempuan pemberani yang melakukam aksi nyata secara fisik. Bersama Jeanne terdapat Cut Nyak Meutia, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Marsinah, dan jajaran generasi terbaru seperti Camila Vallejo (Comandante Camila).
Khadijah memegang peran penting dalam mendukung dan menjaga kestabilan perjuangan suaminya. Tanpa pendamping yang tangguh sulit bagi seorang pemimpin (laki-laki maupun perempuan) untuk bisa menjalankan tugasnya. Bersama Khadijah terdapat Kastürbā Gāndhi , Evita Peron, Sally Sloan Young, atau Hasri Ainun Besari.
Kartini tidak turun ke gelanggang secara fisik, ia bahkan tunduk pada orang tuanya saat dipaksa kawin dalam usia yang masih sangat muda. Namun ide dan pikirannya menjadi pemicu bagi tumbuhnya sekolah-sekolah perempuan, dan berubahnya pola pikir masyarakat bahwa perempuan juga memiliki hak atas pendidikan formal yang sebelumnya hanya dimiliki laki-laki. Beberapa tokoh yang bergabung dalam perjuangan Kartini antara lain Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Juana Josefa Cipitria y Barriola, Rahmah el-Yunusiyah, dan generasi teranyar Butet Manurung.
***
Pada 8 Maret 1857 buruh dari pabrik pakaian dan tekstil mengadakan protes di New York City. Tuntutannya memperbaiki kondisi kerja yang sangat buruk dan tingkat gaji yang rendah. Dikemudian hari, tanggal ini dijadikan peringatan Hari Perempuan Internasional.
Tulisan ini tidak hendak membahas secara spesifik isu gender atau emansipasi. Hanya ingin menyuguhkan rekaman sejarah dimana perempuan telah mencatatkan diri sebagai pelaku penting. Meski begitu beberapa tempat dibelahan dunia, isu gender dan emansipasi masih terbentur konsep seperti apa perempuan harus mengambil peran. Dalam hal kekuatan fisik, laki-laki dan perempuan relatif sama, begitu pun kekuatan mental dan kecerdasan. Tidak jarang para pejuang emansipasi perempuan (feminis) penuntut persamaan hak dan perlakuan disemua hal tanpa terkecuali.
Secara ilmiah satu hal yang tidak benar-benar dapat disamakan antara perempuan dan laki-laki yakni struktur biologi yang menjadikan perempuan mampu untuk hamil dan menyusui, serta komposisi hormon yang meningkatkan kemampuan perempuan untuk mengasuh anak. Perempuan juga memiliki struktur tubuh yang menjadikan mereka memilih model pakaian yang berbeda dari laki-laki. Begitu pula penempatan kamar toilet yang berbeda.
Menurut saya reaksi berlebihan beberapa feminis dikarenakan sejarah perilaku lelaki yang terlalu meremehkan kaum perempuan, seperti menjadikan selir dan budak.
Kelompok yang diwakili Khadijah mungkin dalam kacamata beberapa feminis bukanlah mewakili perjuangan perempuan. Namun saya meyakini pemimpin – entah perempuan atau laki-laki – dapat melaksanakan amanah jika didampingi oleh orang-orang yang tepat.
Bukankah harus ada leader dalam setiap pendakian, bukankah harus ada nahkoda saat mengarungi lautan, dan bukankah kemudi peswat hanya dapat dipegang oleh pilot. Laki-laki tau perempuan bisa menjadi pemimpin yang baik jika didampingi oleh pasangannya dengan baik pula.
Selamat Hari Perempuan Internasional.
___
9 Maret 2014
Foto: cakechooser.com